JEPARA – Perang Obor atau Obor-oboran adalah salah satu tradisi unik yang ada di Desa Tegalsambi, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Tradisi ini digelar warga setempat sebagai ungkapan terima kasih masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki, kesehatan, dan keselamatan yang telah diterima.
Perang Obor diadakan setiap tahun pada Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Dzulhijjah. Sebelum pelaksanaanya, tradisi perang obor diawali dengan rangkaian panjang sejak 35 hari sebelum pelaksanaan.
“Prosesi dimulai dari barikan atau ziarah makam leluhur, selametan, wayangan, dan sedekah bumi,” kata Kepala Desa Tegalsambi Agus Santoso.
Dalam tradisi ini, peserta saling menyerang menggunakan obor yang terbuat dari pelepah kelapa kering. Meskipun tampak berbahaya, tradisi ini dilaksanakan dengan penuh semangat kebersamaan dan persaudaraan.
Bahkan, tradisi Perang Obor Desa Tegalsambi ini telah dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda. Yang mana tradisi ini bukan sekadar permainan, tetapi memiliki makna mendalam terkait sejarah dan budaya masyarakat setempat.
Legenda di Balik Perang Obor
Tradisi Perang Obor memiliki latar belakang legenda yang kaya akan makna. Konon, tradisi ini bermula dari kesalahpahaman antara dua leluhur desa pada abad ke-XVI.
Legenda Ki Gemblong, seorang penggembala ternak, menjelaskan bagaimana kelalaiannya dalam menggembalakan ternak menyebabkan ternak-ternaknya sakit. Kyai Babadan, pemilik ternak, marah dan memukul Ki Gemblong dengan obor, namun api dari obor justru menyembuhkan ternak yang sakit.
Dari kisah itulah terbentuk kepercayaan masyarakat Desa Tegalsambi bahwa api obor memiliki kekuatan untuk mengusir bala dan membawa kesehatan. Oleh sebab itu, warga desa setempat melestarikan Perang Obor hingga saat ini.
Pelaksanaan Perang Obor
Tradisi perang obor ini terakhr dilakukan setelah panen raya pada 20 Mei 2024 lalu. diikuti oleh 40 peserta yang membawa 400 buah obor yang dijadikan sebagai alat perang.
”Terdapat kurang lebih 400 obor yang kita disiapkan. Obor tersebut nanti akan dimainkan oleh 40 orang,” jelas Agus.
Batang blarak atau daun kelapa dan klaras daun pisang kering diikat menghiasi beberapa sudut jalan desa. Sebelum pelaksanaan tradisi obor warga desa setempat menggelar barikan di makam sesepuh dan leluhur Desa Tegalsambi.
Yaitu Mbah Tegal, Mbah Gemblong, Syaikh Rofi’i, Mbah Sudimoro, Kiai Babatan, Mbah Surgi Manis, Mbah Tunggul Wulung, Mbah Singkil, Mbah Datuk Sulaiman, dan Mbah Towi Kromo.
Rangkaian upacara yang menyertai tradisi ini yaitu penggantian sarung benda pusaka dan pencucian kembang setaman untuk membasuh luka para peserta perang obor, terakhir adalah menyembelih kerbau.
Warga desa juga membuat sesaji yang ditempatkan di rumah kepala desa dan balai desa. Isi dari sesaji tersebut yaitu, pisang setangkep, kelapa muda, lendir, bumbu palawija, bubur merah dan putih, dan air di dalam kendi.
”Sesaji tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, kita sebagai generasi penerus hanya meneruskan tradisi yang sebelumnya sudah dilakukan,” katanya.
Sebagai penangkal sakit saat terkena percikan api, minyak kelapa dioleskan ke beberapa bagian tubuh, terutama leher, wajah, dan kaki. Caping adalah pelindung wajib bagi warga yang akan turut bertarung saling gebuk obor blarak.
Untuk yang terkena percikan api tidak perlu khawatir karena sudah disediakan obat air londoh. Hanya dengan air tersebut kulit yang melepuh atau terbakar akan pulih. Karena itulah dianggap sebagai keajaiban dari Allah SWT.
Makna dan Filosofi Perang Obor
Tradisi perang obor menggambarkan perjuangan melawan hal-hal buruk dan keinginan untuk selalu membawa kebaikan dalam kehidupan. Api dianggap sebagai simbol pembersihan dari segala hal negatif.
Ada unsur kepercayaan religius dan magis yaitu manusia harus dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat kodratnya. Perang Obor memberikan makna bahwa hanya Allah yang memberi kekuatan pada hambanya.
Makanan Khas Warnai Tradisi Perang Obor
Pagelaran Perang Obor juga dimeriahkan dengan kuliner khas Jepara yaitu kintelan, makanan berbahan dasar singkong dengan rasa unik. Selain itu, warga desa juga menyelenggarakan karnaval dan bazar UMKM sebagai bagian dari pra-acara.
”Dari tahun ke tahun, pra acara sebelum perang obor ada karnaval dan bazar UMKM,” ujar Agus.
Dengan pelaksanaan tradisi ini, masyarakat Desa Tegalsambi dan para pengunjung dapat merasakan kearifan lokal yang terus dilestarikan. Perang Obor menjadi simbol bahwa budaya warisan leluhur tetap hidup dan dirayakan dengan penuh kebanggaan. []
Redaksi08