Pajak Desa, Kunci Mandiri Bangun Negeri

WACANA pembangunan desa selama ini kerap berfokus pada infrastruktur dan bantuan pusat. Namun di balik itu, terdapat satu aspek fundamental yang kerap luput dari sorotan: kemandirian fiskal desa. Di sinilah pajak dan Pendapatan Asli Desa (PADes) seharusnya memainkan peran lebih besar — tidak sekadar sebagai sumber dana, tetapi sebagai instrumen keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Dengan lebih dari 74 ribu desa yang tersebar di seluruh Indonesia, desa memegang peranan strategis dalam menopang pembangunan nasional. Namun, mayoritas desa masih bergantung pada Dana Desa dan bagi hasil pajak dari pemerintah pusat dan daerah. Ketergantungan ini mencerminkan lemahnya kapasitas fiskal desa untuk membiayai pembangunan secara mandiri.

Padahal, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah membuka ruang bagi desa untuk membangun kemandiriannya, termasuk dalam aspek fiskal. Melalui optimalisasi pajak desa dan retribusi lokal yang sah, serta pendapatan dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), desa memiliki peluang untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang secara berkelanjutan.

Namun untuk itu, paradigma pengelolaan pajak desa perlu bergeser dari sekadar pemungutan menjadi alat rekayasa sosial. Pajak desa yang transparan, partisipatif, dan berbasis kebutuhan lokal bukan hanya meningkatkan penerimaan, tetapi juga memperkuat legitimasi pemerintahan desa di mata warga.

Beberapa desa telah membuktikan bahwa reformasi fiskal dapat dilakukan secara inklusif. Mulai dari pajak lahan tidur yang digunakan untuk membiayai irigasi pertanian, hingga retribusi wisata desa yang langsung dikembalikan dalam bentuk infrastruktur dan pelatihan warga.

Kunci keberhasilannya terletak pada dua hal: tata kelola yang transparan dan keterlibatan warga. Pajak yang dipungut tanpa partisipasi warga hanya akan menambah beban sosial. Sebaliknya, ketika warga merasa memiliki andil dalam perencanaan dan pengawasan, penerimaan pajak justru meningkat secara alami.

Untuk itu, desa-desa di Indonesia membutuhkan dukungan teknis dan regulasi lanjutan yang mendorong inovasi fiskal berbasis kearifan lokal. Pemerintah pusat dan daerah tidak cukup hanya menyalurkan dana, tetapi harus menciptakan ekosistem fiskal desa yang sehat, melalui pelatihan, digitalisasi sistem, dan insentif bagi desa yang mandiri secara keuangan.

Pajak, dalam konteks desa, bukan hanya angka dalam APBDes, tetapi cerminan dari partisipasi rakyat, tanggung jawab bersama, dan arah pembangunan yang berkeadilan. Saat desa mampu berdiri di atas kaki fiskalnya sendiri, maka pembangunan yang berkelanjutan bukan lagi cita-cita, melainkan kenyataan yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

Redaksi01-alfian

About redaksi01

Check Also

Jual Jabatan Desa, Skandal Terbongkar

DUGAAN praktik gratifikasi yang menyeret Kepala Desa Srikandang, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, menyulut kembali wacana …

PAW Pakemitan, Tiga Calon Berebut Kursi Kades

MASYARAKAT Desa Pakemitan, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan komitmen kuat terhadap demokrasi tingkat desa melalui …

Papayan Digital: Hukum Desa Kini Lebih Terbuka

DI TENGAH tuntutan reformasi birokrasi dan transparansi tata kelola desa, pemerintah Desa Papayan mengambil langkah …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *