DI TENGAH dinamika pembangunan pedesaan, kehadiran Pendamping Lokal Desa (PLD) menjadi elemen krusial dalam memastikan program-program pemerintah pusat berjalan efektif di tingkat paling bawah. Meski berstatus tenaga kontrak, PLD memainkan peran strategis dalam mendorong pemberdayaan masyarakat serta peningkatan kapasitas tata kelola desa.
Pendamping Lokal Desa merupakan bagian dari tenaga pendamping profesional yang direkrut oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Mereka bertugas langsung di lapangan, biasanya mendampingi satu hingga empat desa dalam satu kecamatan.
Tidak hanya menjalankan fungsi administratif, PLD juga menjadi jembatan informasi antara pemerintah pusat dan masyarakat desa. Dalam praktiknya, PLD mengawal implementasi Dana Desa, mendampingi perencanaan partisipatif, memfasilitasi musyawarah desa, serta memastikan pelaksanaan program sesuai asas transparansi dan akuntabilitas.
Namun demikian, meskipun beban kerja dan tanggung jawab mereka cukup besar, status kepegawaian PLD masih bersifat kontrak tahunan. Hal ini memicu diskusi publik mengenai urgensi peningkatan status dan kesejahteraan para pendamping desa.
Beberapa PLD menyatakan komitmennya untuk tetap melayani masyarakat desa, meskipun dihadapkan pada ketidakpastian status kerja. “Kami tidak hanya bekerja, tapi benar-benar mendampingi masyarakat. Perubahan yang kami dorong bukan sekadar laporan, tapi dampak nyata,” ujar salah seorang PLD yang enggan disebutkan namanya.
Ke depan, banyak pihak mendorong agar pemerintah dapat memberikan jaminan pengembangan karier, pelatihan berkelanjutan, serta pengakuan hukum yang lebih kuat bagi profesi pendamping desa, agar peran vital mereka tidak sekadar dipandang sebagai pelengkap teknis.
Redaksi01- Alfian