DUGAAN praktik gratifikasi yang menyeret Kepala Desa Srikandang, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, menyulut kembali wacana perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem rekrutmen perangkat desa. Kasus ini mencuat setelah rekaman berdurasi 30 menit yang memuat percakapan antara seorang utusan calon perangkat desa dengan kepala desa beredar luas di masyarakat.
Dalam rekaman tersebut, terungkap dugaan bahwa Kepala Desa Ahmad Shohib menerima gratifikasi hingga Rp300 juta dari tiga calon perangkat desa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Skema suap yang menyeruak ke publik ini memicu kemarahan warga, yang menilai proses seleksi selama ini tidak lagi berdasarkan merit, melainkan transaksional.
Fenomena semacam ini mencederai prinsip keadilan dan meritokrasi yang seharusnya menjadi landasan dalam pengisian jabatan publik di tingkat desa. Banyak pihak mendesak agar proses seleksi perangkat desa tidak hanya diawasi ketat, tetapi juga direformasi dengan sistem yang lebih terbuka dan berbasis teknologi.
“Kalau praktik jual beli jabatan dibiarkan, maka kualitas pemerintahan desa akan terus menurun. Kita butuh sistem yang transparan, bukan hanya sekadar formalitas,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Rekaman percakapan yang menjadi barang bukti dugaan suap itu kini menjadi perhatian publik, sekaligus mendorong aparat penegak hukum untuk bergerak cepat. Lembaga pengawasan dan pemberantasan korupsi didorong untuk tidak hanya fokus pada level atas, tetapi juga menyoroti praktik serupa di akar rumput, termasuk desa.
Dalam konteks ini, kasus di Desa Srikandang adalah potret kecil dari kemungkinan besar praktik serupa yang terjadi di wilayah lain. Tanpa pengawasan yang sistematis dan sanksi tegas, jual beli jabatan berisiko menjadi budaya yang melemahkan integritas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Selain itu, perlu juga evaluasi menyeluruh terhadap peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD), camat, hingga dinas terkait dalam mengawasi proses seleksi perangkat desa. Transparansi, pelibatan masyarakat, dan digitalisasi sistem seleksi menjadi langkah mendesak agar pengisian jabatan tidak lagi dikotori oleh kepentingan pribadi.
Saat ini, publik menanti langkah tegas dari aparat hukum maupun pemerintah daerah dalam menindaklanjuti skandal tersebut. Penegakan hukum yang adil dan terbuka akan menjadi pesan penting bahwa jabatan di desa bukan barang dagangan, melainkan amanah untuk melayani masyarakat.
Redaksi01-Alfian