CIAMIS – Kebijakan Kepala Desa Sindanghayu, Kabupaten Ciamis, dalam melantik dua perangkat desa baru kembali menuai perdebatan. Salah satu posisi yang diisi adalah Kepala Seksi Pelayanan (Kasipel), menyusul pemberhentian pejabat sebelumnya. Namun, proses pemberhentian ini menuai polemik lantaran diduga tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
Satu posisi lain yang diisi merupakan pengganti perangkat yang lolos menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan kini telah bertugas di lingkungan kecamatan. Berbeda dengan itu, posisi Kasipel justru sedang disengketakan secara hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh perangkat yang diberhentikan.
Aktivis pemerhati kebijakan publik, Kang Asep Davi, menilai langkah Kepala Desa dalam menunjuk pengganti untuk posisi Kasipel sebagai keputusan terburu-buru dan tidak mempertimbangkan aspek hukum secara matang.
“Karena Kasipel yang diberhentikan tengah mengajukan gugatan ke PTUN, semestinya Kepala Desa menghargai proses hukum tersebut dan menahan diri untuk tidak melakukan penjaringan maupun pengangkatan pengganti sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Asep Davi, Rabu (18/06/2025).
Ia mengingatkan bahwa tindakan melantik perangkat desa baru saat proses hukum masih berjalan bisa dikategorikan sebagai Contempt of Court, atau penghinaan terhadap pengadilan. “Ini termasuk sikap dan tindakan yang merendahkan martabat serta kewibawaan peradilan. Apalagi jika nantinya putusan PTUN menyatakan Surat Keputusan Pemberhentian itu batal demi hukum, maka akan terjadi kekacauan birokrasi karena posisi tersebut sudah terisi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menyebut pengambilan kebijakan semacam itu mencerminkan tata kelola pemerintahan yang lemah dan tidak berlandaskan hukum. Bahkan, ia menekankan bahwa putusan PTUN bersifat erga omnes atau mengikat secara umum, sehingga setiap pejabat pemerintahan seharusnya menahan diri dari keputusan yang berpotensi melanggar hukum.
Sebagai bagian dari pengawalan publik, Asep juga meminta kejelasan dari pihak-pihak yang memberikan rekomendasi pelantikan, di tengah perkara yang belum berkekuatan hukum tetap. “Kami ingin tahu, atas dasar apa rekomendasi itu keluar, padahal proses hukum belum selesai dan berpotensi melahirkan kekacauan birokrasi jika putusan nanti menyatakan pemberhentian itu tidak sah,” tutupnya. []
Redaksi04