ADVERTORIAL – Rencana pemerintah pusat melakukan penyesuaian anggaran termasuk pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPK/TKD) di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali memunculkan ketegangan di ruang publik. Kekhawatiran masyarakat atas dampak kebijakan tersebut kian terlihat dari munculnya aksi penolakan sejumlah organisasi masyarakat. Situasi ini membuat Komisi II DPRD Kaltim memberikan perhatian khusus, terutama terkait risiko terganggunya stabilitas pelayanan publik jika kebijakan itu diterapkan tanpa kajian komprehensif.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menilai bahwa suara masyarakat merupakan bagian penting dari dinamika demokrasi. Menurutnya, keberatan publik justru memperkuat posisi pemerintah daerah dalam mengajukan peninjauan ulang kepada pemerintah pusat. “Aspirasi penolakan pemotongan TKD itu wajar dan justru memperkuat suara pemerintah dan DPR. Masyarakat punya hak menyampaikan keberatan,” ujarnya, Jumat (21/11/2025).
Namun, Firnadi mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi harus tetap berjalan dalam batas hukum yang berlaku. Ia menanggapi kabar mengenai rencana aksi sejumlah ormas yang dinilai berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat, termasuk wacana penutupan akses Sungai Makam. “Saya mengingatkan agar aksi ormas tidak dilakukan dengan cara-cara ekstrem yang melanggar aturan, termasuk menutup alur sungai. Kita harus memperjuangkan ini tanpa merugikan pihak lain,” katanya.
Lebih jauh, Firnadi menjelaskan bahwa dampak pemotongan anggaran tidak hanya dirasakan aparatur pemerintah, tetapi juga masyarakat secara luas. Dengan struktur anggaran yang selama ini berkisar Rp20–21 triliun, pemangkasan hingga Rp6 triliun disebut akan menghambat berbagai program pembangunan yang telah direncanakan. “Pengurangan anggaran ini akan membuat sejumlah kegiatan tidak bisa dilaksanakan. Padahal masyarakat sudah menunggu banyak pembangunan yang direncanakan,” ungkapnya.
Kekhawatiran publik menurutnya sangat beralasan, sebab perlambatan pembangunan biasanya diikuti turunnya kualitas layanan, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga pelayanan administrasi. Aspirasi penolakan ini, lanjut Firnadi, perlu dijadikan pertimbangan serius bagi pemerintah pusat agar kebijakan fiskal tidak menekan daerah yang sedang berupaya mengejar ketertinggalan pembangunan.
Firnadi memastikan bahwa DPRD Kaltim bersama pemerintah daerah telah melakukan berbagai langkah advokasi. Ia menyebutkan bahwa Gubernur Kaltim telah menyampaikan langsung keberatan daerah kepada kementerian terkait. Dialog dan upaya diplomatis, menurut Firnadi, tetap menjadi langkah utama untuk mencari solusi yang menguntungkan masyarakat tanpa menimbulkan gejolak.
“Kita semua punya cara dalam menyuarakan pendapat, tapi harus mempertimbangkan dampak dan konsekuensinya. Harapan saya semua berjalan sesuai koridor hukum dan etika,” tutupnya. []
Penulis: Hariyadi | Penyunting: Agus Riyadi
Desa Nusantara Jaringan Media Desa Nusantara