Desa Tanpa Pemimpin, Balai Desa Pekalangan Sepi Aktivitas

BONDOWOSO – Sejumlah pemuda Desa Pekalangan, Kecamatan Tenggarang, mendatangi gedung DPRD Bondowoso pada Kamis (19/6/2025), untuk mengadukan kekosongan kepemimpinan di desa mereka. Pasalnya, Kepala Desa Pekalangan berinisial MRH (38) telah ditahan sejak awal Maret 2025 karena dugaan kasus penipuan, dan hingga kini belum ada pejabat pengganti yang ditunjuk.

Roni, salah satu pemuda asal Desa Pekalangan, mengungkapkan bahwa sejak kepala desa mereka ditahan, pelayanan publik di desa nyaris lumpuh. “Ya gimana, kalau sebuah desa tak ada pemimpinnya, bagaimana itu. Bener seperti kata Pak Hanafi (Anggota DPRD, red), butuhnya itu kemana,” ujarnya.

Ia juga menuturkan bahwa warga desa tidak mendapatkan sosialisasi terkait pihak yang dapat mereka hubungi untuk urusan administrasi desa. Bahkan, suasana balai desa disebutnya seperti “kuburan” karena sepi aktivitas. “Kayak kuburan lah gitu, sepi gitu, ada cuma satu dua yang benar-benar mau bekerja,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bondowoso, Lukman Ari Zafata, menjelaskan bahwa pemberhentian kepala desa hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam regulasi. Salah satunya, kepala desa dapat diberhentikan jika menjadi terdakwa kasus pidana dengan ancaman minimal lima tahun penjara, atau jika ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi, narkoba, makar, terorisme, atau kejahatan terhadap keamanan negara. “Yang bersangkutan ini baru pertama kali melakukan pelanggaran sebagai kepala desa. Alasan tidak menjalankan tugas juga jelas, karena ditahan,” terang Lukman.

Karena itu, kata dia, sesuai aturan yang ada, sanksi awal yang bisa diberikan adalah teguran lisan atau tertulis. Namun itu pun baru bisa dilakukan setelah ada putusan hukum tetap (inkracht) dari pengadilan.

Sementara itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Bondowoso, Abdul Majid, mendorong pemerintah daerah untuk segera berkonsultasi dengan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ia menilai, keterlambatan pengambilan kebijakan disebabkan oleh faktor keterbatasan regulasi. “Berkonsultasi dengan biro hukum provinsi, karena tak semua persoalan itu parameternya aturan. Ada persoalan secara empirik, fakta di lapangan,” ujar anggota Fraksi Gerindra tersebut.

Senada, anggota Komisi IV DPRD lainnya, A. Mansur, meminta pemerintah untuk segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka tahu kemana harus mengurus administrasi atau pelayanan desa. “Harapan kami ini dijadikan pelajaran. Sudah dua kali terjadi seperti ini. Sebelumnya juga terjadi di Desa Klekehan. Kalau dibiarkan, masyarakat yang jadi korban,” pungkas politisi PKB itu. []

Redaksi10

About Rara sadega

Check Also

Eucalyptus Jadi Topik Hangat di Desa Manding

PT INHUTANI I Unit Manajemen Hutan Tanaman (UMHT) Nanga Pinoh menggelar sosialisasi rencana operasional penanaman …

DPRD dan APDESI Babel Kawal Lahan Warga ke Pemerintah Pusat

PERJUANGAN masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terkait kepastian hukum lahan perkebunan dalam kawasan hutan …

PKK Sumut Tebar 15.000 Benih Ikan Nila di Desa Pematangserai Kabupaten Langkat

LANGKAT – Ketua Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Sumatera Utara, Kahiyang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *