KALIMANTAN SELATAN – Proyek perluasan Lapangan Terbang Bandara Gusti Syamsir Alam di Kotabaru menimbulkan polemik setelah munculnya nama-nama baru dalam sertifikat dan surat pernyataan bidang tanah (segel) milik warga. Sejumlah warga Stagen RT 01 RW 01, Desa Stagen, Kecamatan Pulau Laut Utara, mengungkapkan bahwa tanah yang sebelumnya ditempati M. Jubair selama lebih dari satu dekade, kemudian ditempati oleh Muhammad Saini, kini tercatat atas nama pihak lain.
Warga menyatakan bahwa lahan tersebut awalnya berupa area perairan yang tidak bertuan. Namun, setelah adanya rencana ganti rugi terkait proyek bandara, tiba-tiba muncul nama Triesa Fitria Rahmah dalam dokumen tertanggal 6 Oktober 2023. Triesa Fitria Rahmah, yang beralamat di Jalan Raya Stagen RT 02 RW 02, diketahui sebagai putri dari Siti Khasanah, Kasi Pemerintahan Desa Stagen.
Fakta ini diungkapkan warga saat Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara, melakukan kunjungan ke lokasi bersama advokat Dedy Afriandi Nusbar pada Minggu, 23 Februari 2025. Menyikapi temuan tersebut, PT Berita Istana Negara berencana menggandeng sejumlah advokat untuk mengusut dugaan keterlibatan mafia tanah dalam proyek ini.
Warsito juga menyoroti hasil penilaian ganti rugi yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) WYP Wahyu Yasir Purnamasari cabang Banjarmasin. Ia menilai bahwa hasil penilaian tersebut tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dan cenderung tidak akurat.
Selain itu, warga setempat juga mengungkapkan ketidakjelasan terkait mekanisme ganti rugi. Sainal Abidin, salah seorang warga, menyatakan bahwa ia hanya menuntut ganti rugi atas bangunan yang didirikannya, bukan atas tanah yang diakuinya sebagai milik Syahrini.
“Saya sadar kalau tanah ini milik orang lain, saya hanya menuntut ganti rugi bangunan,” ujar Sainal kepada tim PT Berita Istana Negara saat meninjau kawasan pesisir Stagen Laut.
Keluhan lain juga muncul terkait ketimpangan harga tanah dalam proses ganti rugi. Warga menyoroti perbedaan signifikan antara harga tanah yang dimiliki anak seorang perangkat desa dengan tanah warga lainnya. Mereka mengungkapkan bahwa tanah yang belum diurug justru dihargai lebih tinggi dibandingkan tanah yang sudah diurug, sehingga menimbulkan ketidakpuasan.
“Saya heran, tanah yang masih berupa lahan kosong di atas pantai bisa lebih mahal daripada tanah yang sudah diurug dan lebih siap digunakan,” ungkap beberapa warga yang ditemui oleh tim Berita Istana Negara.
Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Kotabaru, I Made Supriadi, menyatakan apresiasinya atas perhatian yang diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Selatan terhadap proses pengadaan tanah untuk perluasan Bandara Gusti Syamsir Alam.
“Alhamdulillah, Bapak Kakanwil BPN Kalsel sangat perhatian terhadap perkembangan pengadaan tanah Bandara Gusti Syamsir Alam. Beliau datang khusus ke Kotabaru untuk memberikan pencerahan kepada kami,” ujar I Made pada Rabu (19 Februari 2025).
Kehadiran Kakanwil BPN Kalsel tersebut tidak hanya sebagai bentuk dukungan, tetapi juga untuk memberikan pengarahan langsung kepada instansi terkait, pihak yang menerima pelimpahan kewenangan pengadaan tanah, serta masyarakat.
Seiring dengan terus berkembangnya polemik ini, masih banyak pihak yang perlu dikonfirmasi untuk mengungkap kejelasan kasus tersebut.[]
Redaksi10