ADVERTORIAL – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan, Perlindungan, dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (P3LH) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) menandai upaya mencari titik keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan realitas kehidupan masyarakat adat. Salah satu substansi penting dalam regulasi ini adalah pengakuan resmi terhadap praktik ladang berpindah dan sawah gunung yang telah berlangsung secara turun-temurun di wilayah pedalaman.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) P3LH DPRD Kaltim, Guntur, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak diambil secara sepihak. Penyusunannya melalui serangkaian konsultasi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat yang masih menggantungkan hidup pada pertanian tradisional.
“Batasannya jelas, maksimal dua hektare. Itu yang diperbolehkan bagi petani ladang berpindah,” kata Guntur, Selasa (25/11/2025).
Ketentuan tersebut sekaligus menegaskan bahwa praktik pembukaan lahan dengan cara bakar tetap berada dalam pengawasan ketat. Guntur menekankan, pengecualian ini merujuk pada aturan yang lebih tinggi, termasuk Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga tidak bertentangan dengan kebijakan nasional. Perlakuan khusus ini hanya ditujukan bagi masyarakat yang menjadikan ladang berpindah sebagai sumber pangan utama, bukan untuk kepentingan komersial berskala besar.
Di sejumlah wilayah pedalaman Kalimantan Timur, terutama kawasan Ulu Mahakam, praktik ini masih menjadi bagian dari siklus pertanian masyarakat. Lahan dibuka melalui penebangan dan pembakaran, kemudian ditanami selama beberapa musim sebelum ditinggalkan agar tanah kembali subur secara alami.
“Siklus tersebut menjadi bagian dari budaya bertani masyarakat lokal, yang salah satu hasilnya adalah beras mayas,” ujarnya.
Menurut Guntur, memasukkan pengaturan ini ke dalam Ranperda P3LH merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat adat dan petani tradisional. Regulasi tersebut diharapkan dapat mencegah kriminalisasi terhadap warga yang selama ini menjalankan praktik pertanian warisan leluhur.
“Sampai sekarang masih banyak warga yang hidup dari ladang berpindah, jadi aturan ini penting bagi mereka,” katanya.
Saat ini, draf Ranperda P3LH telah diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk menjalani proses asistensi. Evaluasi dari pemerintah pusat akan menentukan apakah rancangan tersebut dapat segera disahkan atau masih memerlukan perbaikan.
“Tinggal menunggu hasil dari Kemendagri. Setelah itu, Bapemperda yang akan melanjutkan proses pengesahan,” ucap Guntur. []
Penulis: Hariyadi | Penyunting: Agus Riyanto
Desa Nusantara Jaringan Media Desa Nusantara