JAKARTA DESA NUSANTARA Kebijakan Dana Desa yang awalnya digagas sebagai instrumen pemerataan ekonomi nasional kini dinilai mulai kehilangan esensinya. Dana yang seharusnya menjadi pendorong utama kemandirian desa justru menghadapi tantangan serius, terutama menyangkut ruang rekognisi fiskal yang kian menyempit.
Sejak pertama kali digulirkan, Dana Desa dirancang sebagai bentuk rekognisi dan subsidiaritas dari pemerintah pusat kepada desa, agar pembangunan dapat tumbuh dari akar rumput. Namun, perkembangan kebijakan terkini menunjukkan ruang bagi desa dalam menentukan arah penggunaan dana tersebut semakin terbatas, bahkan disebut hanya tersisa sekitar 32 persen dari total alokasi yang diterima.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan berkurangnya kemampuan desa untuk menyesuaikan program pembangunan dengan kebutuhan lokal masyarakatnya. Padahal, semangat awal Dana Desa adalah menciptakan kemandirian fiskal dan pemberdayaan masyarakat yang berakar dari potensi lokal.
Jika ruang rekognisi desa terus menyempit, dikhawatirkan Dana Desa akan kehilangan fungsinya sebagai instrumen penggerak ekonomi dan berubah menjadi sekadar alat distribusi administratif tanpa dampak signifikan terhadap kesejahteraan warga desa.
Pemerhati kebijakan desa menilai, pemerintah perlu kembali menegaskan prinsip dasar pengelolaan Dana Desa: dari desa, oleh desa, dan untuk desa. Kebijakan yang terlalu sentralistik justru berpotensi menurunkan efektivitas pembangunan dan memperlebar kesenjangan antarwilayah.
Redaksi01-Alfian
Desa Nusantara Jaringan Media Desa Nusantara