ADVERTORIAL – Upaya memberikan perlindungan menyeluruh bagi perempuan dan anak terus digalakkan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), pemerintah daerah kini mendorong lahirnya sistem layanan yang lebih terpadu, tidak hanya fokus pada penanganan kasus, tetapi juga menyentuh aspek pencegahan dan pemberdayaan ekonomi.
Plt. Kepala DP3A Kukar, Hero Suprayitno, menjelaskan bahwa saat ini layanan yang ada masih bersifat parsial. Gedung MPPA Jalimah Mojol misalnya, sejauh ini lebih banyak dipakai untuk penanganan kasus semata. Sementara upaya preventif, seperti edukasi dan pembinaan, masih tersebar di berbagai dinas lain.
“Kami ingin membangun sistem layanan yang terintegrasi, tidak hanya sebatas penanganan kasus, tapi juga mencakup aspek pencegahan dan pemberdayaan. Saat ini, layanan di gedung MPPA Jalimah Mojol masih fokus pada penanganan saja, sedangkan upaya preventif masih tersebar di dinas masing-masing,” ungkapnya, Jumat (23/5/2025).
Hero menegaskan, konsep layanan satu pintu akan sangat membantu korban kasus kekerasan. Dengan sistem ini, seluruh proses mulai dari pendampingan, bantuan hukum, hingga rehabilitasi dapat dilakukan dalam satu tempat.
“Korban seharusnya tidak perlu lagi diperiksa di kantor polisi. Kita siapkan ruang khusus untuk wawancara di gedung layanan, termasuk ruang sidang agar proses hukum bisa dilakukan langsung di sana dengan tetap menjaga privasi korban, terutama anak-anak,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi saat ini masih belum ideal. Ruang sidang umum masih bercampur dengan perkara lain, sehingga korban kasus kekerasan seksual atau anak-anak sering merasa tidak nyaman.
“Korban butuh perlindungan dan rasa aman, apalagi jika korban adalah anak-anak. Kita harus pastikan mereka tidak makin trauma karena kondisi ruang sidang yang tidak ramah,” tambahnya.
DP3A Kukar tidak hanya ingin hadir dalam bentuk penanganan kasus, melainkan juga sebagai pusat pemberdayaan. Hero menyebutkan rencana menghadirkan fasilitas pelatihan keterampilan dan dukungan ekonomi yang lebih memadai bagi perempuan korban kekerasan atau yang rentan secara sosial.
Namun, ia mengakui fasilitas yang ada saat ini masih terbatas. Karena itu, DP3A melirik pemanfaatan aset daerah yang belum digunakan secara maksimal. “Karena itu, kami mencoba berkomunikasi dengan Pak Sekda terkait pemanfaatan aset daerah. Salah satu yang kami lirik adalah Hotel Songbatu, yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Kalau bisa dialihkan ke DP3A, aset itu bisa menjadi pusat layanan perempuan dan anak yang lengkap,” ungkapnya.
Hero menambahkan bahwa usulan pemanfaatan aset tersebut telah disampaikan secara resmi. Hanya saja, hingga kini belum ada tanggapan lebih lanjut. Pihaknya berharap ada keputusan cepat dari pemerintah daerah, mengingat kebutuhan terhadap gedung terpadu sangat mendesak.
Selain membangun layanan di pusat kota, DP3A Kukar juga menerapkan strategi jemput bola. Hal ini dilakukan mengingat tidak semua korban mampu datang sendiri ke kantor layanan.
“Inovasi pelayanan ini bagian dari komitmen kami. Kami juga melakukan penjangkauan langsung terhadap korban yang kesulitan datang ke kantor. Kalau perlu, kami jemput dan tempatkan mereka di rumah aman, serta memenuhi kebutuhan dasar mereka,” ujarnya.
Menurut Hero, korban yang datang sendiri biasanya sudah memiliki kesadaran dan keberanian. Namun, banyak korban di daerah terpencil yang terhambat akses transportasi maupun biaya. Karena itu, pendekatan aktif menjadi solusi agar hak-hak korban tetap terjamin.
“Semua ini kami lakukan agar pelayanan terhadap perempuan dan anak di Kukar benar-benar menyentuh sasaran dan memberikan rasa aman serta perlindungan secara menyeluruh,” tutup Hero.
Langkah DP3A Kukar ini diharapkan mampu menghadirkan sistem perlindungan yang lebih manusiawi, ramah, dan berkeadilan. Lebih jauh, gagasan integrasi layanan juga membuka jalan bagi terciptanya pusat pemberdayaan yang tidak hanya menyembuhkan trauma korban, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan agar dapat bangkit kembali. []
Penulis: Hariyadi | Penyunting: Agus Riyanto