BANGKALAN – Hembusan angin sore menyambut kedatangan wisatawan di pesisir utara Kabupaten Bangkalan. Kicauan burung dan semilir dedaunan bakau menciptakan suasana damai di Desa Ekowisata dan Konservasi Mangrove Labuhan, Kecamatan Sepuluh, yang kini menjadi primadona baru di sektor wisata alam berbasis konservasi.
Keindahan alam yang tersaji saat matahari terbenam menjadi magnet utama para pelancong yang ingin berkemah sambil menikmati panorama senja. Siapa sangka, kawasan ini dulunya adalah wilayah pesisir yang mengalami kerusakan parah akibat abrasi dan eksploitasi.
Namun sejak tahun 2014, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Payung Kuning mulai melakukan penanaman mangrove dan cemara laut di sisi barat dan timur desa. Di bawah kepemimpinan Moh. Syahril, gerakan ini meluas menjadi gerakan edukatif yang melibatkan masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir.
“Tahun 2014 kami tanam cemara laut dan bakau, tidak hanya itu, kami juga mengedukasi masyarakat untuk peduli dan menyadari pentingnya menjaga kelestarian mangrove. Sekarang sudah jauh berbeda, bahkan bisa menjadi tempat ekowisata dan konservasi,” ucap Syahril, Jumat (25/7/2025).
Kini, lebih dari 6 hektare hutan mangrove tumbuh subur dengan status sangat baik. Kawasan ini tak hanya memperbaiki ekosistem pantai, tetapi juga menjadi habitat penting bagi biota laut dan puluhan jenis burung, termasuk spesies yang dilindungi.
Menurut catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), setidaknya terdapat 32 jenis burung di kawasan tersebut. Di antaranya Burung Gajahan Pengala, Trinil Kaki Merah, Trinil Pantai, Cangak Merah, dan Kuntul Kecil. “Wisatawan di sini sering camping untuk menikmati sunrise dan sunset, jadi kami beri penerangan di sekitar bumi perkemahan dan sebagian bakau, tapi tidak semua bagian, hanya sedikit sisi timur yang terang-benderang, sisanya sengaja tanpa lampu agar kawanan burung di sini tidak terusik,” ujar Syahril.
Ekowisata ini tak hanya menjadi bentuk keberhasilan konservasi, tetapi juga mendongkrak perekonomian warga sekitar. Pokdarwis juga mengelola kunjungan dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan agar daya tarik wisata berbasis musim ini—seperti migrasi burung dan puncak tumbuh bakau—dapat terus dinikmati dari tahun ke tahun.
Redaksi03