SEBUAH krisis kepercayaan tengah mengguncang Desa Ulath, Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah. Pada Rabu (16/07/2025), kantor desa setempat disegel oleh warga bersama perangkat desa, sebagai bentuk protes atas belum cairnya Dana Desa yang sangat dinanti masyarakat.
Aksi tersebut dilakukan secara simbolik dengan memalang pintu kantor desa menggunakan batang kayu, menandai kekesalan dan ketidakpuasan terhadap lambatnya realisasi anggaran. Namun yang mengejutkan, pemalangan ini justru merupakan inisiatif dari kepala desa sendiri, sebuah langkah yang mengundang kontroversi di kalangan masyarakat dan tokoh lokal.
“Saya menilai kebijakan itu salah, karena justru memperkeruh suasana,” ujar Charles Nikijuluw, salah satu tokoh masyarakat Desa Ulath, pada Kamis (17/07/2025).
Di balik peristiwa ini, tersimpan kegelisahan yang lebih dalam dari warga desa yang selama ini bergantung pada Dana Desa untuk pembangunan dan pemberdayaan ekonomi lokal. Ketika harapan tidak kunjung terealisasi, ruang aspirasi pun berubah menjadi aksi.
Namun, persoalan ini tidak berdiri sendiri. Di belahan wilayah lain, pendekatan yang berbeda telah dilakukan untuk menjawab tantangan yang sama. Pemerintah Kabupaten Sumbawa, melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), justru menginisiasi kunjungan pembelajaran antardesa untuk mendorong pengembangan potensi desa dan membangun budaya saling belajar.
Kebijakan edukatif dan partisipatif semacam itu menjadi cermin bahwa persoalan desa tidak bisa hanya ditangani dengan administratif semata, tetapi juga memerlukan dialog, keterbukaan, dan kepemimpinan yang solutif.
Penyegelan kantor Desa Ulath hari ini bukan sekadar ekspresi kemarahan, melainkan pertanda bahwa sistem pengelolaan dana desa perlu ditinjau ulang, terutama dalam hal transparansi, komunikasi, dan kecepatan realisasi.
Redaksi01-Alfian