ADVERTORIAL – Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur untuk tahun anggaran 2026 memasuki tahap krusial setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali duduk bersama dalam rangkaian rapat intensif, Minggu (30/11/2025). Proses yang dimulai di Kantor DPRD Kaltim itu diarahkan untuk merespons dinamika fiskal yang berubah akibat merosotnya pendapatan daerah. Pada hari yang sama, Rapat Paripurna Ke-47 juga digelar untuk menetapkan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2026 dan mengesahkan persetujuan bersama terhadap Ranperda APBD 2026.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menilai penyesuaian fiskal menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah daerah setelah estimasi APBD 2026 turun dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp15 triliun. Kondisi tersebut menuntut keputusan strategis agar pelayanan publik tidak terganggu. “Penurunan ini jelas menekan fiskal daerah. Pertanyaannya, program mana yang harus dilepas? Jangan sampai pemangkasan mengganggu program prioritas seperti sekolah gratis atau layanan kesehatan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa tata kelola anggaran harus tetap mengedepankan pemerataan, terutama dalam penyaluran bantuan keuangan kepada seluruh kabupaten/kota. Hasanuddin menilai perlunya pembenahan administrasi agar penyaluran lebih seimbang. “Kami minta pemerintah provinsi transparan. Bantuan keuangan selama ini tidak merata karena ada daerah yang belum siap secara administrasi maupun regulasi. Ini harus diperbaiki agar tidak menimbulkan temuan saat evaluasi ke Mendagri,” katanya.
Rapat Paripurna Ke-47 yang dihadiri Gubernur Kaltim dan jajaran TAPD menghasilkan kesepakatan nilai APBD 2026 sebesar Rp15 triliun. Hasanuddin menyampaikan bahwa serapan anggaran kemungkinan mencapai Rp14 triliun. “Alhamdulillah, malam ini sudah ada kesepakatan antara Banggar DPRD dan TAPD yang ditandatangani bersama Gubernur dan pimpinan DPRD,” ungkapnya.
Meski ruang fiskal menyempit, DPRD menegaskan bahwa alokasi mandatory tetap menjadi prioritas utama. Ia menyoroti bahwa pendidikan dan kesehatan tidak boleh tersingkir oleh pengetatan anggaran. “Minimal 20 persen untuk pendidikan dan 10 persen untuk kesehatan harus dipenuhi. Pembangunan puskesmas di daerah 3T serta perbaikan jalan di wilayah terisolasi harus jadi prioritas, bukan hanya di kota besar,” tegas Hasanuddin.
Ia juga memperingatkan dampak negatif apabila pos anggaran wajib dipangkas. “Kalau pendidikan dan kesehatan dikurangi, IPM kita akan turun. Itu tidak boleh terjadi. Program ekonomi kerakyatan seperti UMKM juga harus tetap berjalan,” jelasnya.
Selain itu, DPRD meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir pada musim hujan, terutama di Mahulu dan Kutai Barat. “Curah hujan tinggi bisa menyebabkan banjir di Mahulu dan Kubar. Pemerintah harus menyiapkan anggaran tidak terduga dan bekerja sama dengan perusahaan melalui CSR untuk membantu masyarakat terdampak,” pungkasnya.
Dengan rampungnya penetapan Propemperda 2026 serta pengesahan Ranperda APBD 2026, DPRD Kaltim berharap kebijakan pembangunan tahun depan tetap sejalan dengan prinsip pemerataan, keberlanjutan, dan stabilitas fiskal. Arah kebijakan tersebut dinilai menjadi pijakan penting bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat di seluruh wilayah Kalimantan Timur. []
Penulis: Hariyadi | Penyunting: Agus Riyanto
Desa Nusantara Jaringan Media Desa Nusantara