ADVERTORIAL – Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memasuki tahap penting setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim menggelar Rapat Paripurna Ke-45 dengan agenda penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi. Rapat yang digelar pada Sabtu (29/11/2025) tersebut dipimpin Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, di ruang paripurna Gedung DPRD Kaltim.
Forum paripurna tidak hanya menjadi ajang penyampaian sikap politik fraksi, tetapi juga momentum evaluasi terhadap ketahanan fiskal Kaltim yang pada 2026 diproyeksikan menghadapi tekanan berat. Seluruh fraksi menyoroti penurunan ruang fiskal yang cukup signifikan, yang berpotensi memengaruhi arah pembangunan daerah pada tahun mendatang.
Hasanuddin menegaskan bahwa situasi fiskal yang tertekan harus disikapi dengan kehati-hatian. Ia menekankan pentingnya menjaga kesinambungan program prioritas meskipun terjadi penurunan kekuatan anggaran. “Kalau kita lihat, ada penurunan fiskal hampir 66 persen. Kondisi ini jelas menekan ruang fiskal daerah,” ujarnya.
Dalam kondisi tersebut, DPRD meminta pemerintah provinsi melalui Sekretaris Daerah dan seluruh perangkat daerah untuk menjelaskan secara rinci strategi penyesuaian program. Hasanuddin menegaskan bahwa penyesuaian anggaran tidak boleh menyasar sektor yang memberikan dampak langsung bagi masyarakat.
“Tentu pemerintah yang lebih memahami program SKPD melalui PPAS. Biasanya anggaran untuk sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar tidak bisa diturunkan. Penyesuaian dilakukan pada pos-pos lain,” katanya.
APBD Kaltim 2026 menetapkan nilai total Rp15,1 triliun. Dari jumlah tersebut, belanja langsung menyerap porsi terbesar sementara belanja tidak langsung berada pada kisaran Rp6–7 triliun. Selain itu, alokasi untuk 10 kabupaten/kota mencapai Rp5 triliun sebagai bentuk pemerataan pembangunan antardaerah.
“Dengan kondisi tersebut, sisa fiskal yang bisa digunakan hanya sekitar Rp3–4 triliun. Jadi memang fiskal kita cukup tertekan,” jelasnya.
Menurut Hasanuddin, pemerintah provinsi harus semakin selektif dalam menentukan program yang tetap dijalankan. Program non-prioritas besar kemungkinan baru dapat dilanjutkan setelah melihat hasil sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) pada tahun berikutnya.
“Ke depan, kemungkinan program prioritas tetap dijalankan, sementara yang non-prioritas akan menunggu hasil SILPA tahun berikutnya,” tegasnya.
Meski dibayangi keterbatasan fiskal, DPRD mendorong agar arah pembangunan tetap menjaga keberpihakan kepada masyarakat. Hasanuddin menekankan bahwa APBD 2026 harus menjadi instrumen yang memastikan pemerataan layanan dasar di seluruh Kaltim.
“APBD harus diarahkan untuk kepentingan rakyat. Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar tidak boleh dikurangi. Kita harus memastikan program prioritas tetap berjalan meski fiskal tertekan,” pungkasnya.
Pembahasan lanjutan APBD 2026 diharapkan dapat menghasilkan formula anggaran yang realistis, terukur, dan mampu menjawab tantangan fiskal tanpa mengorbankan agenda pembangunan menyentuh kebutuhan masyarakat secara langsung. []
Penulis: Hariyadi | Penyunting: Agus Riyanto
Desa Nusantara Jaringan Media Desa Nusantara