ADVERTORIAL – Menjelang akhir tahun 2025, kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Timur (Disdikbud Kaltim) menjadi perhatian DPRD Kaltim. Hingga akhir November, serapan anggaran dinilai masih rendah, memunculkan kekhawatiran akan terhambatnya pelayanan pendidikan dasar, terutama bagi masyarakat di wilayah pinggiran dan terpencil.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Fuad Fakhruddin, menilai lambannya realisasi anggaran berpotensi menghambat implementasi berbagai program pendidikan yang telah dirancang sejak awal tahun. Menurutnya, anggaran pendidikan seharusnya langsung berdampak pada peningkatan kualitas layanan, bukan sekadar tercatat dalam laporan administrasi.
“Anggaran itu bukan sekadar angka. Itu amanah yang harus diwujudkan menjadi manfaat nyata untuk masyarakat,” tegas Fuad, Kamis (27/11/2025).
Fuad menjelaskan, dampak keterlambatan program paling dirasakan oleh warga yang tinggal jauh dari pusat kota. Ketika pembangunan fasilitas, pengadaan sarana, maupun program pendukung pendidikan tidak berjalan sesuai jadwal, akses pendidikan dasar menjadi semakin terbatas.
Ia menilai Disdikbud Kaltim perlu melakukan evaluasi internal dan menyusun langkah yang lebih terukur agar sisa waktu anggaran dapat dimanfaatkan secara optimal. Program yang dijalankan, kata dia, harus benar-benar menyasar kebutuhan mendesak masyarakat, bukan sekadar mengejar target penyerapan.
“Kami ingin Disdikbud menyusun program yang tepat sasaran. Warga di daerah pinggiran juga perlu akses pendidikan yang layak,” ujarnya.
Fuad juga mengaitkan persoalan ini dengan arah kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang menjadikan pendidikan sebagai sektor prioritas. Program Gratispol dan Jospol, menurutnya, telah menunjukkan komitmen kuat Pemprov Kaltim dalam meringankan beban pendidikan masyarakat.
“Program Gratispol dan Jospol menjadi bukti bahwa Pemprov memprioritaskan pendidikan. Tinggal bagaimana OPD pelaksana menjalankannya secara maksimal,” katanya.
Selain persoalan anggaran, Fuad menyoroti keluhan lama terkait minimnya jumlah SMA Negeri di sejumlah wilayah. Kondisi ini membuat sebagian siswa harus menempuh jarak jauh setiap hari untuk bersekolah, baik di Samarinda maupun Balikpapan.
“Ini keluhan yang berulang. Sekolah masih belum merata, baik di Samarinda maupun Balikpapan,” ungkapnya.
Ia menegaskan, Disdikbud Kaltim harus lebih peka terhadap kondisi riil di lapangan agar kebijakan pendidikan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
“Harapan masyarakat sederhana. Mereka ingin anak-anaknya mendapat pendidikan yang baik dan bisa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi,” pungkasnya. []
Penulis: Hariyadi | Penyunting: Agus Riyanto
Desa Nusantara Jaringan Media Desa Nusantara