JAKARTA DESA NUSANTARA kritik tajam dilayangkan terhadap program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT) terkait rekrutmen lebih dari 35 ribu pendamping desa. Program ini dinilai minim inovasi dan berpotensi hanya menjadi formalitas administratif tanpa visi pembangunan yang kuat.
“Bayangkan, 35 ribu orang disebar ke desa-desa hanya untuk urusan administratif, itu pemborosan. Mereka seharusnya bisa disiapkan sebagai agen pembangunan sekaligus komponen cadangan (komcad) yang punya keterampilan karakter, kepemimpinan, hingga tanggap bencana,” ujarnya.
Ia menegaskan, peluang besar terbuka dengan jumlah lebih dari 75 ribu desa/kelurahan di Indonesia. Keberadaan pendamping bisa menjadi kekuatan sosial strategis jika dibekali kurikulum yang tepat.
“Namun selama ini, kurikulum pembekalan mereka cenderung lemah, hanya menekankan aspek birokrasi dana desa,” tambahnya.
Menurutnya, tanpa inovasi, keberadaan pendamping desa hanya menjadi pelengkap administrasi. Padahal, bila diberikan pelatihan kepemimpinan dan kesiapsiagaan, para pendamping berpotensi menjadi jaringan kader desa yang siap mendukung ketahanan nasional.
Ia juga menyarankan adanya sinergi Kemendes dengan Kementerian Pertahanan untuk menyiapkan pola pelatihan yang inklusif.
“Dengan begitu, pendamping desa tak hanya mengawal pembangunan desa, tetapi juga siap digerakkan sebagai kekuatan cadangan sipil dalam situasi darurat,” pungkasnya.
Redaksi01-Alfian