Kampung Morten, Desa Warisan Melayu di Jantung Kota Melaka

KUALA LUMPUR – Di tengah hiruk pikuk modernitas Kota Melaka, terdapat sebuah permata budaya yang tetap bertahan menghadapi arus perubahan: Kampung Morten. Desa tradisional Melayu ini berdiri kokoh sebagai saksi hidup perjalanan sejarah, di mana penduduknya masih setia melestarikan adat, keterampilan, dan arsitektur nenek moyang di tengah lanskap kota yang kian dipenuhi hotel dan bangunan modern.

Kampung ini dibangun pada 1920 dengan pinjaman pemerintah sebesar 10.000 dolar, di atas lahan rawa bakau yang kala itu dialokasikan untuk permukiman baru bagi komunitas Melayu. Nama “Morten” sendiri berasal dari Frederick Joseph Morten, seorang komisaris tanah Inggris, sebagai bentuk penghormatan yang jarang terjadi pada masa kolonial. Hingga kini, nama itu tetap melekat dan menjadi identitas desa.

Kampung Morten kini telah ditetapkan sebagai kampung warisan berdasarkan Malacca Preservation and Conservation Enactment. Sekitar 85 rumah tradisional berdiri di kawasan ini, sebagian besar dibangun dari kayu, bambu, hingga atap nipah, dengan ciri khas rumah panggung yang memungkinkan sirkulasi udara lebih baik. Teras lebar, atap runcing, serta ukiran kayu pada dinding memperkuat karakter arsitekturnya. Menariknya, sebagian rumah masih mempertahankan teknik konstruksi lama tanpa paku, sehingga bisa dibongkar pasang ketika terjadi banjir.

Di antara rumah-rumah itu, Villa Sentosa menjadi ikon tersohor. Dibangun pada 1920-an oleh Haji Hashim Abdul Ghani, rumah ini kini dikelola oleh keturunannya dan berfungsi sebagai museum hidup. Para pengunjung dapat melihat koleksi busana pernikahan tradisional, alat musik, perkakas rumah tangga kuno, hingga pusaka keluarga, lengkap dengan penjelasan dari pengelola. Tahun 2024 lalu, villa ini merayakan usia seabadnya.

Tak hanya bangunan, warisan keterampilan juga dijaga. Salah satu tokoh setempat, Baser Ali, dikenal piawai membuat miniatur rumah Melayu dengan detail rumit. Karyanya kerap ditampilkan dalam tur warisan yang digelar komunitas, biasanya setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Wisatawan yang ikut tur dapat menyelami kisah, tradisi, hingga keunikan arsitektur Kampung Morten secara lebih mendalam.

Kehidupan kampung kian lengkap dengan hadirnya Sungai Melaka yang mengalir di depannya. Dahulu, sungai ini menjadi jalur perdagangan vital yang membuat Melaka dijuluki “Venesia dari Timur” oleh pedagang Portugis abad ke-16. Kini, alirannya dihiasi mural warna-warni, kafe, serta penginapan butik, menjadikannya jalur populer untuk wisata perahu atau sekadar berjalan santai di sore hari. Dari tepi sungai, pemandangan rumah-rumah tradisional berpadu dengan gedung modern, menghadirkan kontras yang memikat.

Meski dikelilingi perkembangan kota, Kampung Morten tetap mempertahankan denyut kehidupan aslinya. Saat sore menjelang, lampu-lampu rumah mulai menyala, aroma masakan tercium, dan perbincangan warga terdengar riuh. Suasana inilah yang menjadikan kampung ini berbeda: ia bukan sekadar situs wisata, melainkan ruang hidup yang nyata.

Bagi wisatawan yang ingin mengenal Melaka lebih dari sekadar pusat sejarahnya, Kampung Morten adalah destinasi otentik. Ia bukan panggung pertunjukan atau museum beku, melainkan warisan yang terus bernapas, menghadirkan jendela ke masa lalu yang masih terhubung erat dengan kehidupan hari ini.[]

Admin05

About editor06

Check Also

Menikmati Pesona Wengen, Desa Kecil di Tengah Pegunungan Alpen

PDF đź“„BERN DESA NUSANTARA – Di balik megahnya Pegunungan Alpen, terdapat sebuah desa kecil bernama …

Giethoorn, Desa Wisata Ramah Lingkungan dengan Transportasi Perahu

PDF đź“„AMSTERDAM DESA NUSANTARA – Di tengah dunia modern yang penuh dengan deru kendaraan bermotor, Desa …

Kekhidmatan Warnai Pengajian Desa Cirinten

PDF đź“„LEBAK BANTEN DESA NUSANTARA – nuansa religius dan kekhidmatan simpanan Kampung Dungkuk, Kecamatan Cirinten, …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *