Desa Buscalan Mendunia Berkat Tangan Ajaib Whang-Od

MANILA DESA NUSANTARA – Di balik perbukitan hijau Kalinga, Filipina, sebuah tradisi kuno terus hidup melalui tangan seorang perempuan yang usianya telah melewati satu abad. Maria “Whang-Od” Oggay, yang kini berusia 107 tahun, masih menjadi magnet utama bagi wisatawan dari berbagai belahan dunia yang rela menempuh perjalanan berjam-jam menuju Desa Buscalan hanya untuk merasakan sentuhan jarum tradisional batok di kulit mereka.

Teknik batok yang ia jalankan tidak menggunakan alat modern, melainkan duri pohon pomelo sebagai jarum, sementara tintanya dibuat dari campuran jelaga arang dan air. Setiap goresan bukan sekadar hiasan, melainkan bagian dari ritus budaya masyarakat Butbut, suku asli Kalinga. Bagi mereka, tato adalah simbol keberanian, kesuburan, hingga status sosial. Whang-Od sendiri sudah menato para pejuang dan perempuan lokal sejak masa remajanya.

Kini, sosoknya dipandang sebagai wajah tradisi yang berhasil mengubah pandangan dunia terhadap tato. Apa yang dulu dianggap identik dengan kriminalitas, bertransformasi menjadi warisan budaya yang sarat kebanggaan etnis. “Dia adalah wajah dari tradisi ini,” tulis South China Morning Post dalam salah satu laporannya.

Popularitas Whang-Od makin mendunia ketika ia tampil di sampul majalah Vogue Philippines, menjadikannya sosok tertua yang pernah menghiasi halaman depan majalah mode internasional tersebut. Sejak itu, Buscalan dipenuhi wisatawan yang mencari pengalaman unik berupa tato tiga titik khas sang mambabatok. Fenomena ini dikenal sebagai tattoo tourism, tren yang menghubungkan wisata budaya dengan jejak identitas lokal.

Namun, perjalanan panjang Whang-Od tidak selalu mulus. Pada Juli lalu, ia mengalami cedera tangan akibat terpeleset di kamar mandi hingga harus menjalani operasi ringan. Meski belum bisa kembali menato sepenuhnya, ia tetap menyambut wisatawan dengan ramah, bahkan memberikan cap simbolik menggunakan tangan yang masih kuat. “Kata beliau, harus istirahat dulu,” ujar Anna Tambalong, kerabat sekaligus seniman tato di Buscalan.

Warisan batok tidak berhenti di Whang-Od. Dua keponakannya, Grace Palicas dan Elyang Wigan, kini ikut melanjutkan tradisi yang sarat makna itu. Dalam dokumenter Treasure of the Rice Terraces karya Kent Donguines, Whang-Od disebut sebagai penjaga nilai luhur yang menolak tunduk pada arus modernitas. “Kami tidak akan bisa mewujudkan ini tanpa semua orang memberikan yang terbaik; terima kasih besar untuk Apo Whang-Od dan seluruh Desa Buscalan,” ungkap Donguines dalam wawancara dengan GMA Network.

Lebih dari sekadar tren wisata, fenomena Whang-Od membuktikan bahwa tradisi dapat bertahan di tengah derasnya modernisasi. Di setiap luka kecil akibat duri pomelo dan tinta arang, tersimpan kisah panjang tentang identitas, keberanian, dan warisan budaya yang tidak lapuk dimakan zaman.[]

Admin

About editor06

Check Also

Giethoorn, Desa Wisata Ramah Lingkungan dengan Transportasi Perahu

PDF 📄AMSTERDAM DESA NUSANTARA – Di tengah dunia modern yang penuh dengan deru kendaraan bermotor, Desa …

Kekhidmatan Warnai Pengajian Desa Cirinten

PDF 📄LEBAK BANTEN DESA NUSANTARA – nuansa religius dan kekhidmatan simpanan Kampung Dungkuk, Kecamatan Cirinten, …

Pengembangan Agrobisnis Ramah Lingkungan Dimulai dari Desa

PDF 📄UPAYA mendorong pertanian ramah lingkungan terus digencarkan. Tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *