POLEMIK rangkap jabatan yang melibatkan sejumlah kepala desa di Aceh Tenggara yang juga berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) terus menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Isu ini memunculkan pertanyaan mengenai etika, efektivitas, serta kepastian hukum dalam tata kelola pemerintahan desa.
Seiring meningkatnya desakan publik agar pemerintah daerah mengambil sikap tegas, Bupati Aceh Tenggara, HM Salim Fakhry, akhirnya memberikan tanggapan. Namun, jawaban yang disampaikan dinilai masih normatif dan belum menjawab secara konkret langkah apa yang akan diambil terhadap persoalan tersebut.
Publik menilai, polemik rangkap jabatan ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan sekaligus mengganggu kinerja pelayanan publik, baik di desa maupun di instansi tempat yang bersangkutan bertugas sebagai PPPK.
“Pemerintah daerah seharusnya memiliki regulasi yang jelas untuk menertibkan kasus rangkap jabatan agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang turut menyuarakan keprihatinan.
Hingga kini, belum ada keputusan resmi terkait status ganda para kepala desa yang merangkap sebagai PPPK. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa keberlanjutan pembangunan desa bisa terganggu apabila tidak ada penegasan aturan dari pemerintah daerah.
Pengamat pemerintahan desa menilai, fenomena ini perlu segera mendapat kejelasan agar roda pemerintahan tidak berjalan setengah hati. Pasalnya, jabatan kepala desa dan status PPPK sama-sama menuntut dedikasi penuh dalam melayani masyarakat.
Meski Bupati sudah buka suara, publik menantikan langkah konkret pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan ini, agar tidak menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa di Aceh Tenggara.
Redaksi01-Alfian