UPAYA mempercepat pembangunan desa tidak lagi cukup hanya mengandalkan besarnya alokasi dana, melainkan juga harus dibarengi dengan investasi pada kapasitas pemimpin desa. Pandangan ini muncul seiring meningkatnya kebutuhan tata kelola pemerintahan desa yang profesional, transparan, dan partisipatif.
Sejumlah catatan menegaskan bahwa kepala desa harus dipandang bukan sekadar pengelola dana, tetapi pemimpin pembangunan yang visioner. Sertifikasi dan pemberdayaan kepala desa dinilai perlu menjadi agenda nasional. Pemimpin desa perlu dibekali pelatihan berkelanjutan, mulai dari tata kelola keuangan, perencanaan pembangunan, hingga manajemen konflik sosial.
Selain itu, penguasaan teknologi digital dan pemahaman konsep pembangunan berkelanjutan juga menjadi bekal penting agar desa tidak tertinggal zaman.
Prinsip pemerintahan terbuka pun menjadi tuntutan. Transparansi tidak boleh berhenti pada kewajiban formal menempelkan data APBDes di papan informasi. Desa didorong untuk memanfaatkan media digital agar masyarakat bisa mengakses informasi pembangunan secara mudah dan real time.
Dengan keterbukaan ini, warga bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga pengawas yang aktif mengawal jalannya pembangunan desa.
Di sisi lain, penguatan kelembagaan desa menjadi faktor penentu keberhasilan. Kepala desa tidak bisa bekerja sendiri. Perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), lembaga kemasyarakatan, serta tokoh masyarakat harus menjadi mitra aktif sejak tahap perencanaan hingga evaluasi.
Partisipasi masyarakat pun perlu melampaui forum musyawarah desa yang bersifat seremonial. Keterlibatan warga harus terwujud dalam praktik sehari-hari, sehingga pembangunan desa benar-benar berangkat dari kebutuhan masyarakat.
Dengan kombinasi kepemimpinan yang berkualitas, tata kelola transparan, dan partisipasi masyarakat yang kuat, desa diharapkan mampu tumbuh menjadi pusat pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Redaksi01-Alfian