KOMISI I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gorontalo Utara memberi atensi penuh pada finalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Desakan itu muncul karena tahapan pemilihan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dijadwalkan mulai Februari 2026 untuk 68 desa, disusul Pilkades Juli 2026 bagi 89 desa. Total 157 desa diproyeksikan terdampak sehingga landasan hukum dinilai harus segera tersedia.
Komisi I telah mengundang pemerintah daerah, melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, guna menelusuri perkembangan usulan Raperda. “Produk hukum ini sangat penting untuk segera diterbitkan mengingat kita sudah hampir di penghujung tahun 2025, sementara tahapan BPD dan Pilkades segera bergulir pada awal 2026,” ujar Anggota Komisi I, Haris Tuina, di Gorontalo.
Menurut Komisi I, urgensi Raperda tidak semata menyangkut jadwal, melainkan juga mencegah kekosongan kewenangan. Terlebih, mekanisme pemilihan BPD berbeda dengan Pilkades karena tidak ada penjabat pengganti BPD. “Ketika masa tugas BPD habis, maka harus segera diisi. Tidak boleh ada kekosongan. Keberadaan mereka penting untuk mengawal jalannya pemerintahan desa,” tegas Haris.
DPRD menekankan proses pembentukan perda tidak bisa instan. Diperlukan naskah akademik yang solid, harmonisasi regulasi, uji publik, serta pembahasan pasal demi pasal agar aturan yang dihasilkan jelas, operasional, dan minim celah sengketa. “Kami memberi atensi dan mendorong pemerintah daerah memberi perhatian serius pula. Jika ada kendala, agar secepatnya dicari solusi,” kata Haris.
Di sisi lain, percepatan Raperda Pilkades dipandang strategis untuk memastikan kepastian hukum bagi panitia, calon, dan pemilih, termasuk sinkronisasi dengan kalender anggaran, pengamanan logistik, serta skema penyelesaian perselisihan. Dengan payung hukum yang tepat waktu, pelaksanaan pemilihan BPD dan Pilkades 2026 diharapkan tertib, transparan, dan akuntabel, sekaligus menjaga stabilitas pemerintahan desa.
Redaksi01-Alfian