INOVASI wisata desa kembali lahir dari masyarakat akar rumput. Warga Desa Minggirsari, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, menghadirkan wisata air berbasis rafting dengan nama khas lokal, “Ngeliban”. Tidak hanya sekadar arung jeram, Ngeliban menjadi simbol kearifan lokal yang menolak arus globalisasi istilah asing dalam dunia pariwisata.
Konsep unik ini lahir dari keinginan warga untuk mengemas potensi alam desa dengan cara berbeda. Alih-alih menggunakan istilah populer “rafting”, warga memilih “Ngeliban” yang berakar dari bahasa lokal, sekaligus merepresentasikan identitas budaya setempat.
“Kami sengaja tidak memakai istilah rafting karena ingin menonjolkan bahasa sendiri. Ngeliban bukan sekadar wisata air, tapi juga pengalaman budaya desa,” ungkap salah seorang pengelola dalam tayangan YouTube PecahTelur, Minggu (24/08/2025).
Wisata Ngeliban menawarkan jalur yang tidak biasa. Selain menyusuri aliran sungai dengan arus menantang, wisatawan juga dimanjakan dengan pemandangan tebing alami, hamparan kebun bambu, hingga papringan yang menjadi ciri khas desa. Sensasi “anti-mainstream” ini membuat wisatawan tidak hanya berpetualang, tetapi juga belajar mengenai ekologi dan tradisi masyarakat setempat.
Keberanian Desa Minggirsari dalam melawan arus tren wisata global mendapat sorotan luas. Ngeliban dianggap sebagai bentuk keberpihakan terhadap bahasa dan identitas lokal yang kerap tergerus. Inovasi ini sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat desa melalui pengelolaan wisata berbasis komunitas.
Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) menyambut baik lahirnya inovasi ini. DPMD menilai Ngeliban dapat menjadi contoh konkret bagaimana desa mampu mengembangkan potensi wisata dengan tetap menjaga kearifan lokal.
Dengan konsep yang menggabungkan olahraga, petualangan, edukasi lingkungan, dan budaya lokal, Ngeliban berpeluang menjadi magnet baru pariwisata desa di Blitar sekaligus inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia.
Redaksi01-alfian