JOMBANG – Warga Desa Asemgede, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang, tetap setia melestarikan tradisi leluhur melalui ritual penyembelihan kambing atau wedus kendit yang digelar saat peringatan bulan Saparan. Tradisi ini bukan hanya sebagai bentuk syukur, tetapi juga diyakini sebagai penolak bala yang mengandung nilai spiritual dan sosial yang mendalam.
Tradisi Saparan merupakan salah satu budaya masyarakat Jawa yang dilaksanakan pada bulan Safar dalam kalender Hijriah. Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam perayaan ini. Di Desa Asemgede, penyembelihan wedus kendit telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat.
Kepala Desa Asemgede, Lastinah, menyatakan bahwa budaya Saparan sudah mengakar kuat dalam kehidupan warganya.
”Warga kami rutin menggelar acara sembelih kambing atau wedus kendit saat acara Saparan karena diyakini sebagai penolak bala,” terangnya.
Wedus kendit adalah kambing berbulu hitam dengan corak putih melingkar di bagian tengah tubuh tanpa terputus. Pola warna ini dipercaya membawa kekuatan spiritual dan perlindungan bagi warga desa.
“Dahulu untuk pembelian kambing dilakukan oleh kepala desa, namun sejak tahun ini ada inisiasi oleh ibu-ibu TP-PKK Desa Asemgede untuk melakukan jimpitan suka rela agar warga juga dapat berpartisipasi,” imbuh Lastinah.
Dalam prosesi ritual, keempat kaki kambing yang telah dipotong dibungkus menggunakan lulang atau kulit kambing, lalu dikubur di empat penjuru desa sebagai simbol perlindungan. Sementara daging kambing akan dimasak dan disajikan dalam acara kenduren yang digelar di malam hari di kantor desa.
Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Desa Asemgede sebagai bentuk komitmen dalam menjaga dan melestarikan budaya warisan leluhur.
“Selain wujud komitmen kami dalam upaya sebagai pelestarian budaya leluhur, tradisi ini juga mencerminkan kehidupan guyub rukun warga kami dalam kehidupan bermasyarakat,” pungkas Lastinah.
Ritual wedus kendit ini menunjukkan sinergi antara spiritualitas, kebudayaan, dan kebersamaan masyarakat. Tradisi tersebut juga menjadi momentum penting untuk memperkuat identitas budaya lokal dan membangun solidaritas warga, khususnya dalam menjaga nilai-nilai luhur di tengah arus modernisasi.
Redaksi03