BADUNG – Sebuah video yang menampilkan aktivitas paralayang di kawasan Gunung Payung, Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, viral di media sosial dan menuai sorotan publik. Video tersebut memperlihatkan para penerbang seolah-olah melintas tepat di atas Pura Gunung Payung, sehingga menimbulkan kekhawatiran terkait pelanggaran kesucian tempat ibadah umat Hindu.
Menanggapi isu tersebut, Manager Gunung Payung Paragliding, Ketut Manda, secara tegas membantah kebenaran informasi yang beredar. Ia menyatakan bahwa lintasan penerbangan tidak melintasi area suci Pura Gunung Payung, dan hal tersebut telah menjadi komitmen sejak awal operasional paralayang di kawasan tersebut.
“Saya jamin 100 persen karena saya pelaku, saya sebagai penerbang juga. Kami seorang Hindu, tidak mungkin lah kami terbang di atas Pura. Kami tahu etika, aturan, sopan santun, dan adat kami. Kami tidak mungkin mencemarkan nama Pura,” ujar Ketut Manda, Rabu (6/8).
Menurutnya, secara teknis pun tidak memungkinkan bagi pilot untuk terbang di atas Pura. Lokasi pura yang berada di tebing belakang memiliki kondisi angin yang tidak mendukung, bahkan kerap terjadi turbulensi yang membahayakan keselamatan penerbang. Sebagai bentuk penghormatan, pihaknya telah memasang rambu larangan dan bendera merah bertuliskan “Never Fly Above The Temple” di setiap titik pura sepanjang tebing.
Ketut Manda menambahkan bahwa keberadaan wisata paralayang ini justru dipercayai telah mendapatkan restu spiritual dari Ida Bhatara yang melinggih di Pura Gunung Payung. “Pura ini, Bhatara yang melinggih memberikan restu kepada usaha kami. Kalau tidak, tidak mungkin bisa berjalan sampai sekarang,” ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama BUMDA Kutuh, Ni Luh Hepi Wiradani, menegaskan bahwa seluruh aktivitas paralayang telah dijalankan sesuai standar operasional prosedur (SOP), tanpa mengabaikan nilai-nilai adat dan kesucian tempat ibadah. Ia menyebut, citra visual dalam video bisa menyesatkan karena pengambilan angle atau sudut pengambilan gambar.
“Kami terbang jauh dari bibir tebing, tepatnya di atas Pantai Gunung Payung. Namun kalau dilihat dari angle tertentu, bisa terlihat seolah terbang di atas Pura,” jelas Ni Luh Hepi.
Lebih dari sekadar destinasi wisata, kegiatan paralayang di Gunung Payung juga menjadi bagian dari pemberdayaan masyarakat lokal. Seluruh tim, mulai dari enam pilot, sepuluh porter, hingga staf administrasi, merupakan warga lokal Desa Adat Kutuh yang tergabung dalam unit usaha yang dikelola oleh BUMDA Kutuh.
Keberlanjutan usaha ini, menurut pengelola, tak lepas dari prinsip kehati-hatian dalam menjaga keselamatan, adat istiadat, dan kesucian kawasan suci yang menjadi bagian integral dari identitas budaya Bali.
Redaksi03