PRESTASI membanggakan kembali hadir dari wilayah timur Indonesia. Muhammad Idris, Kepala Desa Ungkea, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, dinyatakan lulus sebagai Non Litigation Peacemaker (NL.P) oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Pengumuman resmi tersebut tertuang dalam Surat BPHN Nomor: PHN.5-HN.04.03-1340 tertanggal Senin (29/07/2025), yang sekaligus menetapkan Idris sebagai salah satu dari 800 kepala desa dan lurah se-Indonesia yang lolos seleksi ketat program NL.P 2025, dari lebih 3.000 pendaftar dan total 84.000 desa di Indonesia.
Pengakuan ini menjadi tonggak penting, tidak hanya bagi Idris secara pribadi, tetapi juga bagi Desa Ungkea sebagai desa yang mengedepankan pendekatan damai, dialogis, dan partisipatif dalam menyelesaikan persoalan masyarakat.
Program Non Litigation Peacemaker (NL.P) merupakan upaya strategis pemerintah pusat untuk mencetak tokoh lokal yang mampu menyelesaikan konflik di tingkat desa tanpa melalui jalur pengadilan. Para NL.P dilatih untuk menjadi fasilitator perdamaian, juru runding, dan agen mediasi berbasis nilai lokal serta hukum adat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Morowali Utara, Nurdin Lampa, menyatakan apresiasi atas capaian ini. “Pak Idris adalah contoh bagaimana pemimpin desa bisa menjadi jembatan perdamaian. Beliau menunjukkan bahwa kepemimpinan desa tak hanya soal pembangunan fisik, tapi juga membangun relasi sosial yang sehat dan berkeadilan,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten, melalui DPMD, tengah menginisiasi kunjungan pembelajaran antar-desa, termasuk ke Desa Ungkea, untuk menyebarluaskan praktik-praktik baik dalam penyelesaian konflik berbasis komunitas dan nilai kearifan lokal.
Dalam keterangannya, Muhammad Idris mengaku bahwa peran sebagai pemimpin desa harus mencakup keteladanan dalam menjaga harmoni sosial. “Kami hidup di masyarakat majemuk, dan kunci kedamaian bukan pada aturan keras, melainkan kemampuan mendengar dan merangkul perbedaan,” tuturnya.
Capaian ini membuka peluang lebih besar bagi Morowali Utara menjadi pusat pembelajaran resolusi konflik di tingkat lokal yang efektif, inklusif, dan berakar pada kekuatan komunitas.
Redaksi01-Alfian