PACITAN — Festival Ronthek Pacitan kembali digelar dengan meriah dan berhasil memukau masyarakat luas. Gelaran budaya tahunan ini kembali menjadi panggung megah bagi ekspresi seni, kreativitas lokal, serta pelestarian kearifan tradisional khas Bumi Pacitan.
Salah satu penampilan yang paling mencuri perhatian datang dari tim Ronthek Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung. Dalam pertunjukan yang digelar pada Senin (7/7/2025) malam, kelompok ini mengusung tema “Pring” atau bambu, yang dikemas dengan apik, sarat makna, dan nilai filosofi mendalam.
Bambu, atau yang akrab disebut “Pring” dalam budaya Jawa, dipilih bukan semata karena bentuk atau kegunaannya secara fisik, melainkan karena simbolisme yang dikandungnya. Ia menjadi metafora yang kuat mengenai perjalanan hidup manusia, serta nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Jawa.
“Dalam budaya Jawa, bambu mencerminkan ketangguhan dan kebijaksanaan. Ia tumbuh cepat dan kokoh, namun tetap lentur menghadapi terpaan angin. Ini mengajarkan kita pentingnya keluwesan, daya juang, dan kerendahan hati meski berada di puncak keberhasilan,” kata Novel, pelatih Ronthek Desa Klesem Kebonagung.
Lebih dari sekadar elemen seni, tema “Pring” ini menyentuh ranah yang lebih dalam, mengangkat falsafah hidup masyarakat Desa Klesem yang menjadikan bambu sebagai bagian dari keseharian mereka. Di desa ini, bambu tidak hanya berfungsi sebagai bahan bangunan atau kerajinan tangan, tetapi juga menjadi simbol yang merepresentasikan nilai-nilai spiritual dan filosofi kehidupan. Ia melambangkan kesederhanaan, keuletan, serta pengingat akan asal-muasal kehidupan manusia.
Kendati sempat dihadapkan pada tantangan berupa cuaca yang kurang bersahabat selama proses latihan, tim Ronthek Desa Klesem menunjukkan semangat pantang menyerah. Dengan kerja sama yang solid dan latihan intensif selama kurang lebih satu bulan, mereka mampu menampilkan pertunjukan yang mengesankan.
“Kami sangat berharap Festival Rontek Pacitan terus dilestarikan, diinovasi, dan dikembangkan. Penting kiranya festival ini dapat kembali diramaikan dengan kategori desa seperti sebelum pandemi COVID-19. Hal ini tentu akan mendorong antusiasme yang lebih besar dari para penikmat seni,” imbuh Novel dengan penuh harap.
Penampilan tim Ronthek dari Desa Klesem menjadi bukti nyata bahwa seni tradisional bisa menjadi media ekspresi yang kuat untuk menyampaikan pesan moral, nilai budaya, dan semangat kolektif masyarakat. Festival Ronthek Pacitan tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga ruang penting untuk merawat identitas budaya dan mempererat ikatan sosial di tengah masyarakat.
Redaksi03