DI PAGI yang berkabut, ketika embun masih menggantung di dedaunan dan aroma tanah basah merekah di udara, ribuan orang dari berbagai penjuru tumpah ruah di kaki Gunung Slamet. Bukan untuk wisata atau tontonan biasa, melainkan menyatu dalam sebuah ritual sakral bernama Ruwat Bumi, yang telah diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Guci, Kabupaten Tegal.
Diselenggarakan pada Kamis (03/07/2025), ritual Ruwat Bumi kembali menjadi magnet spiritual dan budaya yang tak hanya mempersatukan warga lokal, tetapi juga mengundang peziarah budaya dan pemerhati tradisi dari luar daerah.
Ruwat Bumi merupakan bentuk penghormatan masyarakat terhadap alam semesta sebagai sumber kehidupan. Prosesi ini melibatkan berbagai elemen—doa-doa adat, pembacaan mantra leluhur, kirab budaya, hingga sesaji yang dipersembahkan kepada alam sebagai ungkapan syukur atas hasil bumi dan harapan keselamatan.
Bagi masyarakat Desa Guci, tradisi ini bukan sekadar perayaan, melainkan refleksi hubungan harmonis antara manusia, leluhur, dan alam. Ritual ini menyatukan spiritualitas dan identitas lokal, menjadikan desa ini tidak hanya sebagai destinasi wisata alam, tetapi juga ruang hidup budaya.
Dalam prosesi tersebut, panggung budaya juga digelar menampilkan tari-tarian daerah, musik gamelan, dan pertunjukan wayang kulit yang memperkaya suasana dan menjadi media edukasi tradisi kepada generasi muda.
Pemerintah daerah menyatakan dukungan penuh agar Ruwat Bumi Desa Guci dapat diusulkan sebagai warisan budaya tak benda tingkat nasional, sebagai bentuk pengakuan atas kekayaan budaya lokal yang terus hidup dan berdampak bagi pariwisata dan ketahanan sosial masyarakat.
Redaksi01-Alfian