MATARAM – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Republik Indonesia menggulirkan program pembangunan 3 juta rumah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hunian layak. Program ini tidak semata-mata fokus pada pembangunan rumah baru, melainkan juga mencakup perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) dan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram, Muhammad Nazaruddin Fikri, menjelaskan bahwa pemahaman terhadap program ini perlu diluruskan. Ia menegaskan bahwa program 3 juta rumah bukan berarti membangun rumah baru secara gratis, melainkan turut mengakomodasi bentuk bantuan lainnya. “Dari arahan Pak Wamen PKP yang saya catat, program 3 juta rumah bukan bangun baru, tetapi bisa untuk perbaikan rumah tidak layak huni,” ujar Nazaruddin, Senin (23/6/2025).
Nazaruddin juga menyebutkan adanya perubahan dalam pelaksanaan program tersebut. Salah satunya adalah pelibatan aktif dari perangkat lingkungan seperti ketua RT dan kepala lingkungan. Selain itu, partisipasi dari pemilik rumah sebagai penerima bantuan stimulan swadaya juga dinilai sangat penting.
Menurut mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram itu, dalam konteks kawasan perkotaan, program ini lebih tepat diarahkan pada pembangunan rusunawa dan rehabilitasi RTLH. Ia mengungkapkan, tahun ini ada bantuan perbaikan RTLH dari dua anggota DPR RI, Hj. Sari Yulianti dan H. Abdul Hadi, yang masing-masing mengakomodasi perbaikan 40 unit rumah. Selain itu, Pemkot Mataram juga mengalokasikan anggaran sekitar Rp1,5 miliar melalui APBD untuk program serupa. “Perbaikan RTLH ini sifatnya sangat situasional, tergantung kebutuhan pembangunan rumah masing-masing,” ungkapnya.
Nazaruddin memastikan bahwa pelaksanaan program perbaikan kawasan kumuh telah sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Namun, ia mengingatkan pentingnya memperhatikan aspek legalitas lahan dalam pelaksanaan program 3 juta rumah.
Menurutnya, pembangunan rumah tidak selalu dapat dilakukan di atas lahan milik pemerintah karena dapat menimbulkan kendala saat proses serah terima. Pasalnya, lahan negara tidak dapat digunakan tanpa persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif. “Jadi eksekutif dan legislatif harus menyepakati. Kalau tidak, penyerahan asetnya bisa menjadi kendala,” pungkasnya. []
Redaksi10