Desa Wisata Angkat Kesejahteraan dari Akar Rumput

INDONESIA dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, sumber daya alam, dan kehidupan sosial yang kompleks. Keberagaman ini, menurut sejumlah ahli, layak disebut sebagai superdiversity karena tingginya tingkat kompleksitas sosial yang tidak mudah disederhanakan. Namun, di tengah kekayaan itu, muncul tantangan besar dalam hal pengelolaan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.

Keberagaman budaya dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dapat menjadi kekuatan untuk tumbuh menjadi negara maju, tetapi jika salah dikelola, kekayaan tersebut bisa menjadi bumerang yang merugikan bangsa sendiri. Indikasi kerusakan lingkungan yang meluas, hilangnya habitat satwa, konflik masyarakat adat, hingga lemahnya respons kebijakan menunjukkan bahwa Indonesia masih mencari bentuk pengelolaan yang tepat dan bijak.

Salah satu pendekatan yang dinilai mampu menjawab tantangan ini adalah Community Based Research (CBR), sebuah pendekatan riset yang berpijak pada nilai dan kebutuhan masyarakat lokal. Dengan pola bottom-up, masyarakat menjadi subjek dalam proses pengembangan, bukan sekadar objek pembangunan.

Di sektor pariwisata, pendekatan ini telah diadaptasi menjadi Community Based Tourism (CBT), atau pariwisata berbasis masyarakat. Implementasinya yang paling menonjol di Indonesia adalah dalam bentuk pengembangan desa wisata. Fenomena ini mulai marak sejak tahun 2010-an, dan secara resmi diperkuat melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Permenparekraf) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Pariwisata Pedesaan.

CBT tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal, tetapi juga memperkuat identitas budaya serta menjaga kelestarian alam. Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat bahwa sektor pariwisata menyumbang devisa hingga 16,71 miliar dolar AS pada tahun 2024. Angka tersebut menunjukkan potensi besar industri ini, terutama jika dikelola secara inklusif dengan keterlibatan aktif komunitas.

Masyarakat lokal tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga turut merancang, mengelola, dan mengembangkan potensi wisata yang ada di wilayahnya. Melalui konsep CBT, pembangunan pariwisata tidak hanya menjadi alat promosi negara, tetapi juga menjadi sarana pemberdayaan masyarakat serta pelestarian budaya dan lingkungan.

redaksi01-alfian

About redaksi01

Check Also

Pemkab Aceh Besar Dorong BUMDes dan Lingkungan untuk Pariwisata

GAMPONG Meunasah Balee di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, menarik perhatian publik setelah mewakili daerah …

Festival Desa Wisata Madura Gaungkan Potensi Lokal

PENYELANGGARAAN Festival Desa Wisata Madura 2025 yang berlangsung selama tiga hari, dari 19 hingga 21 …

Desa Wisata Jadi Daya Tarik Baru Jawa Barat

JAWA Barat tidak hanya dikenal melalui pesona alam pegunungan dan udara sejuknya, tetapi juga menyimpan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *