PURWOKERTO – Upaya pemerataan sektor pariwisata hingga ke tingkat desa kembali mengemuka lewat dorongan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Hal ini disampaikan oleh seorang pemerhati pariwisata dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (3/10/2019).
Ia menilai bahwa regulasi yang lebih spesifik sangat dibutuhkan guna mendorong keseriusan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata. Revisi undang-undang dianggap krusial, terutama dalam hal pelestarian lingkungan, seni budaya daerah, dan pengembangan desa wisata.
“Perlu ada pasal yang mengatur secara tegas tentang desa wisata agar pembangunan destinasi unggulan tidak hanya terpusat di tingkat provinsi atau kabupaten, tetapi merata hingga ke desa-desa,” ujarnya.
Menurutnya, jika desa wisata diatur dalam regulasi secara khusus, maka akan tercipta jaminan atas pemerataan pembangunan pariwisata yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan masyarakat desa.
Ia juga mengacu pada Pasal 2 Undang-Undang Kepariwisataan yang menegaskan asas keadilan, pemerataan, dan keseimbangan dalam penyelenggaraan pariwisata. Karena itu, desa wisata perlu masuk dalam kerangka hukum nasional agar masyarakat desa, yang lebih memahami potensi lokalnya, dapat menjadi pelaku utama dalam pembangunan pariwisata.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pemetaan potensi wisata oleh pemerintah desa. Tiga hal utama perlu diperhatikan dalam pengembangan desa wisata, yakni pengelolaan profesional sesuai tren wisata milenial, kelembagaan yang jelas, serta keunikan atraksi seni dan budaya.
Dengan dasar regulasi yang kuat dan pengelolaan yang tepat, desa wisata diharapkan mampu menjadi daya tarik baru dalam sektor pariwisata nasional.
Redaksi01 – Alfian