LABUAN BAJO – Konsep pariwisata berkelanjutan berbasis budaya kini semakin menjadi sorotan dalam pengembangan destinasi di wilayah timur Indonesia. Salah satu contoh konkret hadir dari Desa Wisata Golo Loni, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dinilai mampu menjadi inspirasi pembangunan pariwisata yang tidak hanya mengejar nilai ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian budaya lokal dan lingkungan alam.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Frans Teguh, mengapresiasi keterlibatan aktif masyarakat Golo Loni dalam mengembangkan pariwisata secara terpadu. Hal ini diungkapkan dalam keterangan resmi usai kunjungan BPOLBF ke desa tersebut pada Kamis (12/6/25). “Kekayaan alam dan budaya yang khas merupakan contoh nyata bagaimana peran aktif masyarakat dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan melalui pengalaman terpadu yang mencakup petualangan alam, budaya lokal, dan agrowisata, serta interaksi langsung dengan kehidupan tradisional,” kata Frans Teguh.
Menurutnya, keberhasilan Golo Loni menunjukkan bahwa pariwisata bukan sekadar industri, melainkan sarana untuk memperkuat identitas, memberdayakan komunitas, dan membangun ekonomi lokal yang berkeadilan.
Desa Golo Loni sendiri telah mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Upaya kolektif warga dan pemerintah desa dalam merancang konsep pariwisata yang bertumpu pada potensi lokal membawa Golo Loni masuk dalam 500 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024.
Berbagai inovasi yang dihadirkan—mulai dari pengelolaan ekowisata, pelestarian budaya lokal, hingga peningkatan kualitas layanan wisata—mendukung posisi Golo Loni sebagai destinasi unggulan Manggarai Timur. Tidak hanya memperkaya pengalaman wisatawan, pendekatan ini juga mendorong pelestarian nilai-nilai autentik dan memperkuat pemahaman terhadap kearifan lokal. “Sebuah pencapaian yang membanggakan sekaligus menjadi pengakuan atas komitmen desa dalam mengembangkan sektor pariwisata berbasis lokal,” tambah Frans.
Ia juga mengingatkan pentingnya regulasi dan tata kelola destinasi agar kegiatan wisata tetap terkontrol dan tidak berdampak negatif. “Ini sekaligus merupakan upaya edukasi dan pengendalian perilaku wisatawan,” ujarnya.
Aktivitas berisiko seperti flying fox dan arung jeram, menurut Frans, memerlukan pengawasan ketat serta jaminan keamanan agar tidak mengorbankan kenyamanan pengunjung. Karena itu, ia mendorong keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam pengawasan dan evaluasi kelayakan usaha di sektor pariwisata desa.
Dalam catatan BPOLBF, Golo Loni menawarkan ragam aktivitas wisata mulai dari river tubing, trekking, pengamatan burung, agrowisata, hingga wahana flying fox dan arung jeram. Kombinasi antara lanskap alam yang menawan dan kekayaan budaya yang dijaga menjadikan desa ini sebagai destinasi wisata alam dan budaya yang lengkap, menarik bagi wisatawan lokal maupun internasional. []
Redaksi10