TOJO UNA-UNA — Rencana pembangunan lapangan futsal oleh Pemerintah Desa Wakai, Kecamatan Una-Una, Kabupaten Tojo Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah, menuai kritik tajam. Andi Baso Tenriliwong, Wakil Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LSM LP-KPK), menyampaikan teguran keras kepada Kepala Desa Wakai karena rencana tersebut dinilai menyalahi aturan penggunaan Dana Desa (DD).
Pria yang akrab disapa Abas ini menyatakan bahwa pembangunan lapangan futsal yang direncanakan di atas lahan milik warga tidak dapat dibiayai menggunakan Dana Desa. Menurutnya, pembebasan lahan merupakan kewenangan pemerintah daerah, bukan pemerintah desa. “Menurut aturan yang berlaku, DD yang dialokasikan pemerintah pusat untuk pembangunan di desa tidak diperbolehkan untuk pembebasan lahan di desa. DD hanya diperuntukkan untuk pembangunan fisik di desa, seperti perumahan, fasilitas umum, akses jalan, pagar, dan kebutuhan fisik desa lainnya,” ujar Abas.
Ia menambahkan bahwa dirinya akan mengawal persoalan ini hingga ke meja hijau jika rencana tersebut tetap dijalankan. Abas juga menyoroti bahwa tindakan menggunakan Dana Desa untuk pembebasan lahan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi. “Pembebasan lahan untuk pembangunan desa menjadi tugas atau tanggung jawab pemerintah daerah dalam menyelesaikannya,” tegasnya.
Abas menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa hanya dapat digunakan untuk kegiatan yang telah ditentukan. Jika pemerintah desa berencana membangun fasilitas umum di atas lahan bukan aset desa, maka prosedur yang benar adalah mengajukan pembebasan lahan kepada pemerintah daerah terlebih dahulu.
Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa membangun di atas lahan yang bukan milik desa tanpa izin sah dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum pidana. “Membangun di lahan yang tidak sah atau tanpa izin juga dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum pidana, misalnya terkait dengan perampasan atau penyerobotan tanah,” imbuhnya.
Abas mengingatkan bahwa jika warga pemilik lahan tidak berkenan, maka pembongkaran bangunan dapat terjadi. Tidak hanya itu, pemerintah desa juga harus bertanggung jawab mengembalikan kerugian keuangan negara yang timbul dari pembangunan tersebut. “Jika pembangunan menyebabkan kerugian keuangan negara, maka pemerintah desa diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. Yang akan merujuk pada proses hukum pidana,” tandasnya.
Ia juga menekankan pentingnya memahami dan menaati aturan yang berlaku dalam pengelolaan aset desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 serta Peraturan Daerah terkait. “Penting bagi pemerintah desa untuk selalu menjalankan pengelolaan aset desa sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mendapatkan izin yang sah sebelum melakukan pembangunan di atas lahan yang bukan aset desa atau aset pemerintah kota/kabupaten,” tutup Andi Baso Tenriliwong. []
Redaksi10