PENAJAM PASER UTARA – Desa Labangka, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengembangkan budidaya perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Budidaya perikanan yang digagas oleh salah satu pemuda desa ini dinilai cukup potensial bagi peningkatan ekonomi masyarakat desa.
Secara geografis, Desa Labangka berada di kawasan pesisir dan memiliki topografi yang lumayan bervariasi, mulai dari dataran rendah hingga wilayah yang sedikit berbukit. Sehingga desa ini memiliki komoditas yang cukup kompleks, mulai dari pertanian, perkebunan, hingga perikanan. Letaknya cukup strategis, sebab masih dalam kawasan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Meski demikian, pengelolaan komoditas di Desa Labangka masih menjadi pekerjaan rumah. Renanda Hanif Purwanto, pemuda desa itu berhasil menjawab satu tantangan keberlanjutan ekonomi di desa melalui budidaya perikanan tersebut.
Idenya dinilai cukup kreatif. Sebab, ia memanfaatkan lahan tidak produktif menjadi sumber penghasilan yang patut diperhitungkan. Usahanya tersebut juga tak lepas dari dorongan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur.
“Kami juga didorong (Pemprov) untuk mengembangkan ide inovasi ini, dan Alhamdulillah berhasil,” ungkap Hanif pada Senin, (13/1/2025).
Kawasan tambak di Desa Labangka ini sebelumnya merupakan lahan tidur. Hanif mengatakan, dari dulu lahan tambak di kawasan pesisir tidak banyak dimanfaatkan. Hingga pada kuartal keempat, Hanif dan pemuda desa lainnya menemukan cara baru untuk mengembangkan budidaya perikanan yang ramah lingkungan.
Mereka mengolah lahan tambak yang dikelilingi oleh mangrove untuk membudidayakan empat komoditas utama, yaitu udang windu, bandeng, kepiting dan rumput gracilaria. Tak hanya menghasilkan keuntungan, budidaya ini juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa setempat.
“Hasil pertama kami distribusikan untuk masyarakat, dan beberapa bagian akan dipasarkan ke Balikpapan. Kami panen dengan harapan bisa memberi manfaat lebih untuk semua,” ungkap Hanif.
Lahan yang dikelola oleh para pemuda ini seluas enam hektare, yang dibagi menjadi tiga petak. Salah satu tambak utama mencakup tiga hektare. Tambak dibuat dengan konsep agrosilvofishery, yakni dengan memutar lahan, di mana hanya sebagian kecil mangrove yang dibuka untuk parit produksi, sementara sebagian besar ekosistem tetap dipertahankan.
Pemanfaatan kolam buatan untuk tambak juga dinilai efektif, lantaran udang, ikan bandeng, kepiting dan rumput laut jenis Gracilaria dapat dikelola dalam satu kawasan tambak tersebut.
Model ini juga dilengkapi dengan pintu air yang memudahkan panen, sekaligus menjaga siklus air di tambak. Sebelum memulai budidaya, Hanif membuat sistem pengelolaan pakan di kolam ini dilakukan dengan pakan fermentasi yang membuat plankton berkembang dan menjadi pakan di tambak.
Pada panen perdana satu tambak, mereka berhasil mengumpulkan 300 kilogram kepiting, 300 kilogram bandeng, dan 70 hingga 80 kilogram udang. Rumput laut gracilaria juga tumbuh dengan baik, dan mereka menargetkan hasil panen sekira 300 hingga 400 kilogram dalam kurun waktu empat hingga lima bulan.
Meski saat ini hasil panennya masih dijual melalui tengkulak, dia berharap ke depan pemerintah dapat membantu menciptakan sistem pemasaran yang lebih baik.
“Semoga ada lebih banyak dukungan dari pemerintah. Saya yakin hasil tambak ini bisa diekspor hingga luar negeri,” ujar Hanif optimis.
Keberhasilan budidaya perikanan ini tidak hanya membawa keuntungan ekonomi, tetapi juga mengukuhkan pola perhutanan sosial yang diharapkan dapat memberikan manfaat berkelanjutan.
Jadi Role Model Perikanan Wilayah Mangrove
Keberhasilan panen perdana tambak Desa Labangka menjadi titik baru. Desa tersebut mendapatkan apresiasi dari Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik pada 21 Desember 2024 lalu.
Hanif menyampaikan, pihak Pemprov Kaltim akan menjadikan Desa Labangka sebagai role model atau model percontohan budidaya perikanan berbasis kehutanan sosial.
“Menurut pihak Pemprov, model budidaya ini sudah sesuai dengan apa yang disarankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Warga desa masih bisa produksi tanpa merusak mangrove,” katanya.
Pola budidayanya pun mampu mengurangi biaya produksi. Seperti yang diketahui, seluruh komoditas telah diberi pakan alami dari ekosistem yang ada. Termasuk rumput laut Gracilaria yang ditanam di tambak tersebut.
“Karena dengan pola seperti ini kita tidak perlu lagi menyiapkan pakan. Mangrove sudah menyiapkan makanannya sendiri,” ujarnya.
Selain itu, baginya penting melakukan optimalisasi tambak. Hal tersebut bertujuan mendukung kebijakan nasional, seperti program makan siang bergizi gratis untuk siswa yang digagas Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto.
“Kalau kita optimalkan tambak ini, kita bisa memenuhi kebutuhan pangan lokal, seperti udang, bandeng, dan kepiting, tanpa perlu impor dari luar daerah. Ini akan membantu program Presiden terkait pemberian makan siang bergizi bagi siswa,” kata dia.
Hanif berharap agar pemerintah desa dapat berkolaborasi dengan aparat keamanan, hingga perbankan.
“Kami harap Pemdes melibatkan pemerintah kabupaten, provinsi, Pangdam, Kapolda, hingga perbankan untuk mendukung pengembangan tambak ini. Bisa saja Perbankan mampu memberikan akses pembiayaan bagi para petambak melalui dana desa yang dijaminkan,” tutupnya.[]
Redaksi10