Koperasi vs BUMDes: Siapa Penggerak Ekonomi Desa Sesungguhnya?

HADIRNYA Koperasi Merah Putih di sejumlah desa di Sulawesi Selatan memunculkan harapan baru dalam menggairahkan ekonomi desa. Namun, di balik semangat pemberdayaan ekonomi kerakyatan itu, mulai muncul pertanyaan serius: apakah Koperasi Merah Putih memperkuat atau justru menyaingi peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)?

Keduanya hadir dengan misi serupa — memperkuat ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan kemandirian ekonomi warga. Namun, secara struktur dan sumber daya, Koperasi Merah Putih dan BUMDes berdiri pada landasan yang berbeda. Koperasi beroperasi dengan prinsip partisipasi anggota dan modal kolektif, sementara BUMDes menggunakan dana desa yang bersumber dari APBN dan dikelola sebagai aset milik desa.

Persoalan muncul ketika dana desa yang semestinya menjadi basis penguatan BUMDes justru ikut tersedot ke dalam ekosistem koperasi. Beberapa kepala desa mengeluhkan tekanan tidak langsung agar pemerintah desa berpartisipasi dalam koperasi, baik sebagai anggota maupun penyokong modal.

Sejumlah pengamat menilai ini sebagai dilema tata kelola. “Kalau tidak ada kejelasan batas peran, dua entitas ini justru bisa saling tumpang tindih. Akibatnya, potensi konflik dan pemborosan anggaran desa makin terbuka,” ujar seorang akademisi dari Universitas Hasanuddin yang enggan disebutkan namanya.

Kekhawatiran utama datang dari potensi penyalahgunaan dana desa sebagai jaminan untuk pinjaman koperasi. Skema semacam ini tidak hanya melanggar prinsip kehati-hatian dalam tata kelola dana publik, tetapi juga rawan memperkeruh hubungan antarlembaga desa.

Sementara itu, sejumlah pengurus koperasi berdalih bahwa keberadaan Koperasi Merah Putih justru membantu masyarakat mengakses pinjaman produktif dengan bunga ringan, tanpa birokrasi panjang seperti lembaga keuangan formal.

Di sisi lain, BUMDes merasa perannya sebagai motor ekonomi desa terpinggirkan. Padahal BUMDes secara hukum telah memiliki legitimasi kuat sebagai lembaga usaha desa yang berbadan hukum.

Pemerintah daerah maupun pusat diharapkan segera turun tangan, menyusun regulasi yang jelas agar kedua lembaga ini bisa bersinergi dan tidak saling “memakan” peran. Tanpa intervensi kebijakan yang tegas, desa bisa terjebak dalam jebakan konflik kepentingan, yang pada akhirnya merugikan warga sendiri.

Redaksi01-Alfian

About redaksi01

Check Also

Desa Powalutan Tetapkan 35 Penerima BLT Berdasarkan Musdes

PEMERINTAH Desa Powalutan, Kecamatan Ranoyapo, kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi masyarakat pedesaan …

Kopdes Merah Putih: Antara Semangat dan Realitas

PEMERINTAH Pusat melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 secara resmi mencanangkan pembentukan Koperasi …

40 Keluarga Terima BLT DD, Desa Parungseah Fokus pada Warga Rentan

PEMERINTAH Desa Parungseah, Kecamatan Sukabumi, kembali menunjukkan komitmennya dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem di wilayahnya. Komitmen …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *