PEMANFAATAN dana desa selama satu dekade terakhir di Kabupaten Padanglawas (Palas), Sumatra Utara, menuai sorotan tajam. Ketua Aliansi Penyelamatan Indonesia (API) Kabupaten Padanglawas, Pasti Tua Siregar, SE, menyatakan bahwa alokasi dana desa yang seharusnya menjadi instrumen kesejahteraan justru menyimpang dari tujuan awal.
“Dana desa tidak lagi menjadi alat pemakmuran, tetapi lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu yang tidak berpihak pada rakyat. Ini sudah menjadi fenomena sistemik,” ujarnya saat diwawancarai pada Selasa (01/07/2025).
Pasti Tua menegaskan, praktik penyimpangan tersebut tidak hanya terjadi secara sporadis, tetapi diduga melibatkan berbagai aktor di tingkat lokal dengan modus yang beragam. Ia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Padanglawas bersama aparat penegak hukum dan auditor negara segera melakukan audit komprehensif atas seluruh realisasi dana desa selama sepuluh tahun terakhir.
“Kalau benar mau membenahi, harus ada kemauan politik dan keberanian hukum. Jangan sampai dana desa hanya menjadi ladang basah oknum tertentu,” katanya.
Dana desa, yang digelontorkan pemerintah pusat sejak tahun 2015, sejatinya dirancang sebagai langkah revolusioner dalam pemerataan pembangunan, terutama di wilayah terpencil dan tertinggal. Namun dalam praktiknya, kata Pasti Tua, sistem pengawasan yang lemah dan rendahnya kapasitas pengelolaan menjadi celah subur bagi penyimpangan.
“Kami tidak anti program. Yang kami tolak adalah praktik-praktik yang mencederai semangat Undang-Undang Desa itu sendiri,” tambahnya.
Aliansi Penyelamatan Indonesia menyerukan pentingnya membangun kembali kepercayaan masyarakat desa terhadap sistem. Pasti Tua menilai, reformasi sistem pelaporan, pelibatan masyarakat dalam musyawarah, serta penguatan kapasitas aparat desa harus menjadi agenda utama dalam pembenahan tata kelola.
“Kalau desa ingin makmur, kita butuh pemimpin yang transparan dan berpihak pada rakyat. Bukan hanya yang pandai membuat laporan fiktif,” pungkasnya.
Redaksi01-Alfian