PEMERINTAH Desa Bira, Kecamatan Bontobahari, menetapkan perubahan kedua atas Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) 2020–2026 dalam sebuah forum resmi yang mempertemukan beragam elemen masyarakat, dari aparat desa hingga kalangan akademisi.
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Desa Bira, Murlawa, SE, dan dihadiri Ketua BPD H. Andi Muh. Said, S.Pd., tim P3MD Bontobahari, kepala dusun, serta mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tengah melaksanakan pengabdian masyarakat di desa tersebut.
Namun, di balik penyesuaian regulasi ini, tersirat dinamika penting dalam tata kelola desa: perlunya pembangunan yang adaptif, partisipatif, dan tidak terjebak pada sekadar revisi formalitas. Perubahan RPJMDes seharusnya bukan hanya refleksi kebutuhan administratif atau dampak pandemi dan krisis ekonomi global, tetapi juga hasil dari interaksi aktif antara warga desa dan pengambil kebijakan.
Kehadiran mahasiswa UGM dalam forum penetapan ini menandakan terbukanya ruang bagi pelibatan generasi muda, ilmu pengetahuan, dan pendekatan berbasis data dalam perencanaan pembangunan desa. Ini bisa menjadi titik tolak pergeseran dari pembangunan desa yang berorientasi proyek menuju pembangunan yang berorientasi dampak dan pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh.
Sementara itu, keterlibatan unsur Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan aparat dusun menegaskan pentingnya kolaborasi lintas level pemerintahan desa dalam menyusun agenda yang responsif terhadap kondisi lapangan. Tetapi tantangannya tetap ada: sejauh mana perubahan ini benar-benar menjawab kebutuhan warga dan bukan sekadar menyesuaikan dokumen untuk kepentingan administrasi.
Dengan demikian, perubahan RPJMDes di Desa Bira dapat dibaca sebagai momentum penting untuk memperkuat kualitas perencanaan pembangunan desa, selama dilakukan dengan pendekatan inklusif, transparan, dan berorientasi jangka panjang.
Redaksi01-Alfian