KUANTAN SINGINGI – Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kembang Kenanga mulai mendorong pertumbuhan ekonomi desa. BUMDes ini bergerak pada jenis usaha distributor air minum kemasan. Meraih omset Rp2,6 miliar pada tahun 2020 lalu.
BUMDes Kembang Kenanga hadir sejak dua tahun lalu. Lokasinya berada di Desa Pisang Berebus, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Direktur BUMDes Kembang Kenanga, Noprisal Ependi, SE mengungkapkan, alasan ia mendirikan BUMDes adalah untuk menciptakan lapangan kerja bagi pemuda dan pemudi di Desa Pisang Berebus.
“Tahun 2020 lalu, omset BUMDes Kembang Kenanga mencapai Rp.2,6 milyar. Kami menjual produk minuman kemasan, seperti Teh Gelas, Torpedo, Le Minerale, Cappucino, White Coffee, Raja Luwak, dan lainnya,” ungkap Noprisal, Ahad (28/03/2021).
Noprisal menjelaskan, BUMDes yang ia kelola pada mulanya telah mengeluarkan modal awal senilai Rp.172 juta untuk pengembangan BUMDes Kembang Kenanga.
“Modal awalnya sebesar Rp.172 juta. Kami gunakan untuk membayar sewa bangunan selama 5 tahun, dan biaya pembelian kelengkapan lainya. Ada juga pembelian alat telekomunikasi, pengadaan komputer beserta printer, dan baju seragam bagi pengurus/anggota BUMDes Kembang Kenanga,” tutur Noprisal.
Pada tahun 2020 BUMDes Kembang Kenanga menerima kucuran dana dari pemerintah sebanyak 71 juta rupiah. Dana tersebut Noprisal gunakan untuk biaya renovasi gudang dan membayar uang muka pembelian 1 unit mobil operasional model pick up L300. Sebelumnya, Noprisal meminjamkan kendaraan pribadinya untuk operasional BUMDes tanpa memungut biaya uang sewa.
“Saat ini kami berjuang untuk membayar cicilan kredit mobil Rp4,2 juta per bulan. Kendaraan ini untuk penunjang oprasional. Alhamdulillah BUMDes ini bisa membantu meningkatkan ekonomi sebagian warga Desa Pisang Berebus,” ungkap Noprisal.
Menurutnya, potensi BUMDes Kembang Kenanga sangat besar. Namun, masih terkendala modal. Saat ini pendistribusian produk baru berjalan di 5 kecamatan saja. Sementara di wilayah Kuansing ada 17 kecamatan.
BUMDes Kembang Kenanga memberdayakan pemuda pemudi tempatan, untuk bekerja menerima pesanan, hingga mendistribusikan produk yang dipesan pelanggan. Sedikitnya ada 9 orang tenaga kerja yang diberdayakan untuk membantu BUMDes yang Noprisal kelola.
“Sistem upahnya ada yang dibayarkan harian dan bulanan. Kalau upah bulanan penghasilan setiap anggota bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp700 ribu. Tergantung omset, karna pendapatan gaji pokok dihitung 50% dari laba,” jelasnya.
Lebih lanjut Noprisal menjelaskan, untuk upah harian anggota BUMDes, dibayarkan sesuai kinerja. Misalkan upah bongkar barang, setiap anggota dibayar mulai dari Rp250 hingga Rp1.000 per karton (tergantung volume barang). Upah Taking Order (TO) untuk mengorder barang ke lapangan. Rp500/karton, dan upah mengantar barang ke lapangan Rp175.000 per mobil pertama, trip selanjutnya ditambah Rp25.000.
“Setiap anggota mendapat upah bervariasi, karena gaji harian dibayar sesuai kinerja. Kalau ditambah dengan gaji bulanan, penghasilan per bulan anggota ada yang mendapat Rp2 juta, bahkan lebih,” ujar Noprisal, pria yang juga melakoni usaha penjualan pulsa ponsel di Kuansing.
Sebelum mengelola BUMDes, Noprisal bekerja sebagai staf pemasaran pada salah satu perusahaan telekomunikasi. Ia pernah meraih predikat staf terbaik untuk wilayah Riau daratan. Hampir 85 persen ia memahami sistem pemasaran di Kuansing. Dari pengalaman dan kegigihannya itu ia berhasil memasarkan produk BUMDes yang dikelolanya.
Noprisal berharap adanya sistem yang dibuat pemerintah untuk mengukur kinerja BUMDes. Sehingga dapat diketahui BUMDes yang memiliki prestasi atau tidak.
Ia juga menyarankan, agar pemerintah bisa membentuk tim evaluasi kinerja BUMDes. Tim ini nantinya memberikan penilaian prestasi kerja BUMDes. Selain itu, pemerintah bisa memberikan penghargaan, jika ada BUMDes yang dinilai berprestasi.
“Misalkan setiap tahunnya pemerintah membentuk tim untuk melakukan evaluasi sekaligus penilaian BUMDes. Kepada BUMDes yang berprestasi diberikan penghargaan dalam bentuk uang tunai dan barang yang bisa dimanfaatkan untuk operasional BUMDes,” Noprisal berharap.
“Jika ada BUMDes yang dinilai tidak berprestasi harus dievaluasi. Artinya harus ada rewards and punishment, agar BUMDes yang memiliki prestasi bisa termotivasi untuk lebih baik lagi dan bisa dijadikan percontohan penggerak ekonomi desa,” imbuhnya.
Selain itu, Noprisal juga meminta kepada pemerintah, agar melakukan kegiatan pembinaan bagi pengurus BUMDes. “Pembinaan yang diberikan mulai dari pengelolaan standar admnistrasi sesuai aturan yang berlaku. Kemudian, pembinaan manajemen hingga pemasaran,” tandasnya. []
Redaksi08