SAMPANG – Konflik antara warga dan birokrasi desa di Kabupaten Sampang, Madura, semakin memanas. Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang dijaga ketat aparat kepolisian pada Senin (19/05/2024) menyusul aksi warga Kecamatan Banyuates yang menuntut kejelasan terkait dugaan masalah pada Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) dan pemecatan sepihak operator desa di 11 wilayah.
Persoalan yang awalnya bersifat teknis ini berujung pada konflik kewenangan antara Penjabat (Pj) kepala desa dan perangkat administratif desa. Kasus ini langsung menyentuh inti tata kelola dana desa sekaligus mengungkap potensi penyalahgunaan sistem oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “Sebanyak 11 dari 20 desa di Kecamatan Banyuates tidak bisa mencairkan dana desa karena operator tidak bisa login ke Siskeudes,” ujar Faris Reza Malik, perwakilan warga, dalam forum audiensi yang berlangsung panas di Aula DPMD Sampang.
Menurut Faris, masalah bermula dari perubahan kode akses sistem tanpa pemberitahuan, sehingga para operator kehilangan akses Siskeudes. Tak lama kemudian, operator tersebut diberhentikan secara mendadak oleh Pj kepala desa tanpa adanya proses evaluasi terbuka. “Ini jelas melanggar prinsip dalam Permendagri. Operator tetap aktif bekerja, tapi justru diberhentikan tanpa alasan yang sah. Ini keputusan politik sepihak di tingkat desa,” tegas Faris.
Dalam audiensi tersebut, warga mendesak agar DPMD Sampang segera turun tangan untuk mengaudit ulang pengelolaan Siskeudes sekaligus mengevaluasi tindakan Pj kepala desa yang dianggap sewenang-wenang. Ketegangan meningkat ketika Plt Kepala DPMD Sampang, Sudarmanto, terlibat adu argumen dengan warga.
Menanggapi hal itu, Sudarmanto menyatakan pihaknya akan melakukan pengecekan langsung ke desa bermasalah. Ia menegaskan pemecatan operator memang hak Pj kepala desa, tetapi harus didasari bukti kuat dan prosedur yang benar. “Seminggu ini kami akan memastikannya ke bawah sambil menunggu bukti-bukti yang ada,” ujarnya.
Kasus ini mencerminkan ketegangan hubungan masyarakat dengan pemerintah desa serta menggarisbawahi lemahnya pengawasan pelaksanaan sistem keuangan digital di tingkat desa. Bila tidak diselesaikan secara serius, konflik ini berpotensi mengganggu kinerja pemerintahan desa dan penyerapan anggaran pembangunan. []
Redaksi10