Wisata Edukasi Terancam, Desa Wisata Jadi Korban Utama

JAKARTA — Pelarangan wisata edukasi atau study tour oleh sejumlah pemerintah daerah menimbulkan keprihatinan di kalangan pelaku pariwisata dan pendidikan. Dampak kebijakan tersebut mulai dirasakan oleh desa wisata yang selama ini mengandalkan program pembelajaran luar kelas sebagai sarana penguatan pendidikan karakter.

Sejumlah daerah seperti Jawa Barat dan Banten melarang kegiatan study tour. Padahal, wisata edukasi memiliki peran penting sebagai pembelajaran luar ruang (outdoor learning) yang tak tergantikan oleh metode pembelajaran konvensional.

Sugeng Handoko, pengelola Desa Wisata Nglanggeran, Yogyakarta, menyatakan bahwa desa wisata menjadi tempat yang ideal untuk pembelajaran mandiri dan pelestarian budaya melalui program “live in” yang berlangsung beberapa hari. “Karakter itu hanya dapat ditemui di desa, bukan di kota atau sekolah,” ujarnya dalam diskusi mengenai masa depan study tour yang digelar di Kementerian Pariwisata, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Menurut Sugeng, penurunan kunjungan akibat pelarangan wisata edukasi mencapai 40-45 persen di Desa Wisata Nglanggeran dan bahkan 70-75 persen di Desa Wisata Pentingsari, Yogyakarta. Desa Pentingsari sangat bergantung pada pasar kegiatan sekolah sehingga dampaknya cukup besar.

Ia menegaskan, sebaiknya wisata edukasi tidak dilarang melainkan diatur dengan standar yang jelas, seperti rasio pendamping terhadap peserta yang idealnya satu pendamping untuk 10 siswa. “Ini momentum untuk kita semua berbenah, baik kebijakan, pelaksanaan, sekolah, maupun desa wisata,” tambahnya.

Selain Sugeng, diskusi tersebut dihadiri Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar Rizky Handayani, Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah Intan Ayu Kartika, serta perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Herdy.

Intan Ayu Kartika menekankan pentingnya wisata edukasi sebagai sarana membentuk generasi muda yang berakar pada budaya Indonesia. Anak-anak belajar mandiri dan mengontrol diri saat mengikuti wisata edukasi di luar ruang kelas.

Namun, Herdy dari Dinas Pendidikan Banten menyatakan alasan pelarangan study tour karena kekhawatiran terhadap keselamatan dan kontrol perilaku siswa. Ia mencontohkan, dalam satu sekolah SMA besar terdapat 500 siswa yang sulit diawasi sehingga berpotensi terjadi masalah seperti konsumsi minuman keras dan pelecehan seksual.

Meskipun demikian, pihak pendidikan juga menyadari pentingnya pembelajaran luar ruang. Satriawan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru, mengungkapkan bahwa field trip merupakan pembelajaran berbasis proyek yang sangat kontekstual dan mendapat dukungan dari orangtua.

“Kegiatan wisata edukasi jangan dilarang, tetapi harus diatur dengan ketat. Alternatif tujuan wisata dan standar pendampingan harus jelas agar pembelajaran tetap berkualitas dan aman,” tegas Satriawan.

Kementerian Pariwisata tengah merancang pedoman khusus penyelenggaraan wisata edukasi yang ditargetkan selesai September 2025. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bersama Kemenpar dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk menyelamatkan wisata edukasi sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan sumber daya manusia.[]

Redaksi10

About Rara

Check Also

Desa Wisata Pentingsari: Inspirasi Nasional dari Akar Budaya dan Partisipasi Warga

DESA WISATA – Desa Wisata Pentingsari, yang terletak di lereng Gunung Merapi, kembali menjadi sorotan …

Karangjaya: Desa Wisata yang Menggabungkan Tradisi dan Teknologi Pertanian

KARAWANG — Desa Karangjaya, yang terletak di Kecamatan Tirtamulya, Kabupaten Karawang, akan resmi menyandang status …

Desa Wisata Tuban Siap Jadi Magnet Ekonomi Lewat Kolaborasi Kuat

TUBAN – Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus menggiatkan pengembangan desa wisata sebagai penggerak ekonomi lokal. …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *