TANGERANG – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri resmi menangguhkan penahanan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip, beserta tiga orang lainnya yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat lahan di kawasan Pagar Laut, Tangerang. Penangguhan dilakukan lantaran masa penahanan keempat tersangka telah mencapai batas maksimal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Sehubungan sudah habisnya masa penahanan, maka penyidik akan menangguhkan penahanan kepada keempat tersangka (Kades Kohod Tangerang) sebelum tanggal 24 April (karena habisnya masa penahanan),” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam keterangan resmi pada Kamis (24/4/2025).
Dalam KUHAP, masa penahanan tahap penyidikan dibatasi selama 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari, sehingga total masa penahanan maksimum adalah 60 hari. Keempat tersangka—Arsin, UK selaku Sekretaris Desa Kohod, serta SP dan CE sebagai penerima kuasa—telah menjalani masa penahanan penuh sejak penangkapan awal.
Kabar mengenai penangguhan penahanan Arsin cukup mengejutkan sebagian warga Desa Kohod. Banyak dari mereka mengaku tidak mengetahui bahwa sang kades telah dibebaskan dari tahanan. Salah seorang warga bahkan baru mengetahui informasi tersebut dari wartawan.
“Hah masa sih (Arsin) sudah bebas? Saya enggak tahu kabarnya, soalnya dari kemarin rumahnya masih sepi, enggak ada aktivitas atau keramaian apa-apa,” ungkap warga tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum warga Desa Kohod, Henri, menjelaskan bahwa secara hukum penangguhan penahanan dimungkinkan karena pasal yang disangkakan, yakni Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, memiliki ancaman hukuman maksimal enam tahun.
“Penangguhan itu memang bisa diberikan oleh penyidik karena pasal yang disangkakan hanya enam tahun. Masa penahanan awal 20 hari dapat diperpanjang menjadi 40 hari, jadi totalnya 60 hari,” jelas Henri.
Meski penahanan ditangguhkan, proses hukum masih berjalan. Berkas perkara sempat dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, namun dikembalikan pada 16 April 2025 dengan permintaan agar penyidik mendalami potensi tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Jika ditemukan unsur korupsi, ancaman hukumannya bisa lebih dari sembilan tahun, memungkinkan dilakukan penahanan kembali.
“Walaupun saat ini sifatnya penangguhan, proses penyidikan tetap berjalan. Kami berharap Bareskrim memproses kasus ini secara lebih mendalam,” ujar Henri, menegaskan komitmen warga untuk terus mengawal kasus tersebut.
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan 263 surat tanah yang dilakukan Arsin dan rekan-rekannya sejak Desember 2023 hingga November 2024. Mereka diduga membuat dokumen palsu atas lahan yang bukan milik mereka dengan mencatut nama-nama warga Desa Kohod untuk memperkuat keabsahan dokumen.
Aksi tersebut menimbulkan keresahan dan kerugian bagi masyarakat setempat. Warga pun berharap agar proses hukum berlangsung hingga tuntas demi keadilan dan kepastian hukum.[]]
Redaksi10