Jalak Bali Berkembang Pesat di Desa Tengkudak Tanpa Penangkaran

TABANAN – Puluhan ekor burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) terlihat beterbangan rendah di antara pepohonan dan permukiman warga Dusun Tingkih Kerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Fenomena ini menarik perhatian karena burung liar yang dilindungi ini dikenal sangat sulit didekati manusia dan enggan hidup berkelompok.

Awalnya, hanya ada sepuluh pasang jalak bali yang dilepasliarkan di dusun ini pada Juni 2024. Dalam waktu singkat, populasi mereka berkembang menjadi 78 ekor, termasuk anakan hasil reproduksi dan pasangan baru. Beberapa di antaranya bahkan telah dilepaskan ke dusun lain dalam wilayah Desa Tengkudak.

Wayan Yudi Artana, warga setempat, menjadi penjaga komunitas burung ini di bawah pendampingan Yayasan Friends of National Parks Foundation (FNPF). Menurutnya, kondisi geografis Dusun Tingkih Kerep sangat mendukung sebagai habitat alami karena dikelilingi persawahan, lingkungan yang tenang, dan banyaknya pepohonan serta tanaman buah.

“Di sini lingkungan masih asri, warga juga pecinta burung. Kami punya aturan adat tertulis untuk melindungi satwa,” kata Yudi.

Kini, dusun ini dikenal sebagai Kampung Jalak Bali, karena menjadi contoh sukses pelestarian jalak bali di alam bebas tanpa proses penangkaran. Warga juga menyediakan pakan alami, seperti pepaya, cempaka, lempeni, boni, dan nangka. Beberapa titik juga dilengkapi kolam gerabah dan penyediaan serangga, tempat burung-burung mandi dan mencari makan.

Warga bersama desa adat secara aktif memantau jumlah burung, melindungi sarang, serta membuat papan informasi populasi jalak bali setiap bulan. Per akhir Juli 2025, tercatat ada 54 indukan dan 24 anakan yang tersebar di tiga wilayah: Tingkih Kerep, Puakan, dan Desa Tengkudak.

Kehadiran jalak bali ini tidak hanya menjadi daya tarik ekowisata, tetapi juga membawa dampak ekologis positif. Desa adat kini melarang penebangan pohon dan mewajibkan setiap warga menanam dua bibit pohon di tiap petak kebun. Hal ini menjadi langkah pemulihan ekosistem setelah masa revolusi hijau yang menyebabkan hilangnya spesies burung lokal, termasuk burung curik bermata kuning.

“Dulu, petani pakai pestisida keras sekali. Sekarang masih ada tapi dosisnya berkurang,” ujar Wayan Prihantara, warga Tengkudak, yang menyambut baik kehadiran jalak bali karena kecintaannya terhadap burung.

Selain jalak bali, keanekaragaman hayati burung di Bali juga diperkuat dengan pemulangan 40 burung perkici dada merah (Trichoglossus forsteni mitchlli), subspesies asli Bali, dari Inggris ke Indonesia. Proses repatriasi ini dilakukan oleh BKSDA Bali bersama PT Taman Burung Citra Bali (TBCB) dan PT Taman Safari Indonesia (TSI) III, serta difasilitasi organisasi internasional World Parrot Trust.

Menurut Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, kegiatan ini tidak hanya memulangkan satwa ke habitat asalnya, tetapi juga memperkuat kolaborasi konservasi internasional dan penegakan hukum terhadap perdagangan ilegal satwa liar.

Redaksi03

About adminfahmi

Check Also

FKPM Desa Molanihu Dapat Pembekalan Penting dari Sat Binmas Polres Gorontalo

GORONTALO – Dalam rangka memperkuat sinergi antara kepolisian dan masyarakat, Satuan Bimbingan Masyarakat (Sat Binmas) …

Bupati Serang Ajak Desa Sindangheula Jadi Pelopor Inovasi Pengelolaan Sampah

SERANG – Bupati Serang Ratu Rachmatu Zakiyah menyerukan agar pemerintah desa di seluruh wilayah Serang …

Desa Cipeujeuh Kulon Tampilkan Wajah Baru Lewat Kampung Bambu

CIREBON – Pemerintah Desa Cipeujeuh Kulon, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, menunjukkan komitmen dalam menciptakan lingkungan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *