PROSES penjaringan perangkat desa yang seharusnya menjadi momen demokratis dan akuntabel, justru memunculkan polemik di tengah masyarakat Desa Mekar Sari. Sejumlah warga mempertanyakan transparansi panitia, menyusul percepatan jadwal pelaksanaan yang dinilai menyimpang dari kesepakatan awal.
Kekecewaan warga ini disampaikan langsung kepada awak media. Mereka menyayangkan pelaksanaan penjaringan yang dimajukan tanpa pemberitahuan resmi, padahal sebelumnya telah disepakati melalui rapat bersama antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Penjabat Kepala Desa (Pj Kades), dan perangkat desa lain bahwa proses akan digelar pada bulan Agustus 2025.
“Sangat disayangkan pelaksanaan dimajukan begitu saja. Apakah ada kepentingan tertentu? Ini menimbulkan banyak spekulasi. Bahkan muncul dugaan adanya kebocoran soal ujian dan pengkondisian peserta,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Pernyataan ini diamini oleh beberapa warga lainnya yang menilai bahwa proses penjaringan terkesan hanya sebagai formalitas, tanpa benar-benar membuka ruang partisipasi dan pengawasan publik secara luas.
Sementara itu, salah satu anggota BPD Desa Mekar Sari yang berhasil dikonfirmasi menyatakan bahwa secara prosedural, penjaringan telah mengikuti peraturan yang berlaku. Namun, ia mengaku kecewa karena percepatan pelaksanaan tidak diinformasikan lebih dahulu kepada seluruh pihak terkait.
“Secara aturan tidak ada yang dilanggar, tapi kami merasa dilangkahi karena tidak diberitahu. Ini menyangkut kepercayaan publik,” ungkapnya.
Di sisi lain, hingga berita ini diturunkan, Pj Kades Mekar Sari H. Kasmi dan Sekretaris Desa Ratman yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia, belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp belum mendapat respons.
Masyarakat berharap agar tahapan penjaringan perangkat desa bisa dilaksanakan secara terbuka, sesuai dengan jadwal dan mekanisme yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini penting untuk menjaga integritas pemerintahan desa serta menghindari konflik horizontal di tengah masyarakat.
Di tengah polemik ini, Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) diharapkan hadir untuk melakukan evaluasi, sekaligus menjadikan kasus ini sebagai bagian dari kunjungan pembelajaran pengembangan desa. Peristiwa ini bisa menjadi refleksi bahwa penguatan tata kelola desa tak hanya soal administrasi, tapi juga soal etika, akuntabilitas, dan kepercayaan publik.
Redaksi01-Alfian