LOMBOK TENGAH – Desa Sade di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dikenal luas sebagai salah satu desa wisata budaya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di balik pesona arsitektur rumah adat suku Sasak yang khas, terdapat sebuah tradisi turun-temurun yang tak lazim dilakukan di daerah lain, yakni perawatan lantai rumah menggunakan kotoran sapi atau kerbau, yang dikenal dengan istilah belulut.
Tradisi ini masih lestari hingga kini. Lantai rumah di Desa Sade umumnya terbuat dari campuran tanah liat dan memerlukan perawatan rutin agar tetap kokoh. Proses belulut dilakukan dengan cara mengoleskan kotoran sapi yang masih segar ke seluruh permukaan lantai, lalu digosok hingga merata. Meskipun terdengar tidak biasa, proses ini dipercaya masyarakat Sasak dapat memperkuat struktur lantai dan mencegah keretakan serta debu.
Pada Sabtu (2/8/2025) siang, Anggi (33), warga Desa Sade yang juga merupakan penjual kain tenun, tengah melakukan proses belulut di depan rumahnya. Saat ditemui, ia terlihat berjongkok sembari mengambil kotoran sapi dari sebuah kantong plastik hitam dan mengoleskannya ke lantai bale rumahnya yang terbuat dari tanah liat.
“Lagi ngepel,” ujar Anggi ketika ditanya aktivitasnya oleh Kompas.com. Uniknya, lantai yang sedang dipel tersebut berubah warna menjadi kehijauan. Meski menggunakan bahan yang tak biasa, Anggi menegaskan bahwa proses ini tidak menimbulkan bau menyengat.
“Enggak bau, karena kan baru keluar dari rice cooker-nya,” ucap Anggi sambil tertawa.
Menurut Anggi, hampir seluruh rumah adat di Desa Sade melakukan belulut. Kegiatan ini dilakukan secara rutin dua kali dalam seminggu, mencakup seluruh bagian dalam rumah, bukan hanya di bagian depan. Ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari belulut adalah agar tanah lantai rumah menjadi lebih padat, tidak mudah retak, dan tahan lama.
“Kan biar enggak berdebu, biar kuat tanahnya, biar enggak retak-retak. Kalau ada retak-retak, dipel lagi, digosok. Namanya belulut. Itu memperkuat lantai rumah kita,” tuturnya.
Proses belulut memakan waktu singkat. Lantai yang telah diolesi kotoran sapi akan kering dalam waktu sekitar 15 menit dan langsung bisa digunakan tanpa harus dibilas terlebih dahulu.
“15 menit. Setelah kering bisa disapu, pake sapu padi,” tambah Anggi.
Rumah-rumah adat di Desa Sade memiliki ciri khas yang mudah dikenali, yakni lantai dari tanah liat, dinding dari anyaman bambu, serta atap dari alang-alang kering yang dibentuk melengkung atau runcing. Selain menjadi destinasi wisata budaya, desa ini juga dikenal sebagai sentra kerajinan tradisional suku Sasak, seperti kain tenun, songke, tampu kemalu, hingga aksesori berbahan alami.
Desa Sade telah ditetapkan sebagai desa wisata sejak 1982 dan diakui secara resmi oleh Kementerian Pariwisata pada 1993. Desa ini juga menjadi salah satu lokasi yang dikunjungi Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka saat kunjungan kerja di NTB pada 2 Agustus 2025.
Keunikan belulut dan bentuk pelestarian budaya yang dijalankan oleh warga Desa Sade menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Tradisi ini bukan hanya mencerminkan kearifan lokal, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas masyarakat adat suku Sasak.
Redaksi03