BANYUWANGI – Rangkaian acara bersih desa atau metri desa yang rutin digelar setiap tahun di Desa Rejoagung, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi, kembali membuktikan eksistensi nilai luhur budaya dan kearifan lokal yang masih hidup di tengah masyarakat. Kegiatan ini melibatkan seluruh lapisan warga desa dalam menjaga kebersihan lingkungan, merawat fasilitas umum, dan merapikan area utama seperti jalan desa dan kantor desa.
Tak hanya kegiatan gotong royong, acara juga diramaikan dengan berbagai perlombaan dan pemberian santunan kepada masyarakat. Sebagai penutup, pagelaran wayang kulit digelar di balai desa dengan lakon “Kresna Duta” oleh dalang lokal Ki Yuwono Lebdo Carito dari Banyuwangi, pada Sabtu (27/7/2025) malam.
Pagelaran yang berlangsung dari pukul 20.00 WIB hingga 03.00 WIB ini turut dihadiri oleh Camat Srono, para kepala desa tetangga, serta Kepala Desa Rejoagung. Tak ketinggalan, kehadiran Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Jember (KKN UMD UNEJ) Periode II Tahun Akademik 2024/2025 turut memberi warna pada kegiatan budaya tersebut.
Kepala Desa Rejoagung menyampaikan bahwa pertunjukan wayang kulit bukan semata hiburan, tetapi juga sarana edukasi moral dan pelestarian nilai-nilai kebijaksanaan yang diwariskan leluhur. “Wayang adalah jendela masa lalu yang mengajarkan kepemimpinan, keadilan, dan kebenaran. Ini warisan budaya yang harus dijaga bersama, khususnya oleh generasi muda,” ujarnya.
Mahasiswa KKN UMD UNEJ turut berperan aktif dalam mendokumentasikan seluruh rangkaian kegiatan, dari persiapan hingga akhir pertunjukan. Dokumentasi tersebut akan menjadi arsip digital desa dan disebarluaskan melalui media sosial resmi pemerintah desa. Salah satu mahasiswa, Silmi Eka Diana dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, mendapat kehormatan untuk memimpin lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum acara dimulai. Seluruh masyarakat pun berdiri dengan penuh khidmat, menyanyikan lagu kebangsaan sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan terhadap budaya bangsa.
Pagelaran wayang kulit ini juga menjadi panggung pembelajaran bagi para mahasiswa. Mereka tidak hanya hadir sebagai penonton, tetapi juga sebagai bagian penting dari proses pelestarian budaya. Keterlibatan mereka menunjukkan bahwa regenerasi pelestari budaya sedang berlangsung.
“Mahasiswa harus mengambil peran aktif dalam budaya lokal. Bukan sekadar hadir, tapi ikut menjaga, mencintai, dan memastikan budaya luhur seperti wayang kulit tetap hidup,” ucap salah satu warga setempat.
Dengan semangat kebersamaan dan gotong royong, Desa Rejoagung berhasil membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa selaras dengan pembangunan karakter masyarakat. Tradisi bersih desa dan pentas budaya bukan hanya menjaga warisan masa lalu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai penting bagi generasi mendatang.
Redaksi03