TERBATASNYA alokasi dana desa untuk pembangunan infrastruktur tak menyurutkan semangat Kepala Desa Kedungbanteng, Hoho Alkaf, untuk tetap bergerak membangun dan memajukan desanya. Dalam kondisi anggaran yang belum mencukupi, sang kepala desa memilih jalur inovatif: memberdayakan dana desa untuk program ekonomi produktif, seperti peternakan ayam.
Menurut Hoho, kebutuhan pembangunan infrastruktur seperti pengaspalan jalan masih jauh dari kata ideal jika hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Bahkan, sebelum menjabat sebagai kepala desa, ia pernah mengaspal jalan desa dengan dana pribadinya — sebuah tindakan yang menyiratkan kepedulian dan keterlibatan langsung dalam pembangunan.
Langkah Hoho memanfaatkan dana desa sebesar Rp308 juta untuk program peternakan ayam dipandang sebagian pihak sebagai terobosan ekonomi desa yang berbeda dari kebiasaan belanja rutin infrastruktur. Ia mencoba membuka ruang ekonomi baru berbasis potensi lokal dan pemberdayaan warga.
Namun, langkah ini tidak lepas dari kontroversi. Di tengah ekspektasi masyarakat terhadap pembangunan fisik, penggunaan dana untuk sektor produktif sering kali menimbulkan debat. Meski demikian, strategi ini sejalan dengan semangat kemandirian desa, yakni membangun fondasi ekonomi berkelanjutan yang dapat menghidupi warga dan memberi pemasukan jangka panjang.
Keputusan tersebut bisa menjadi percontohan bagi desa-desa lain bahwa solusi pembangunan tidak selalu harus melalui proyek betonisasi, tetapi bisa dimulai dari peningkatan ketahanan ekonomi warga. Dengan pengelolaan yang transparan dan partisipatif, program peternakan ayam bisa menciptakan efek domino bagi kesejahteraan masyarakat desa secara lebih luas.
Redaksi01-Alfian