PEMERINTAH Kabupaten Pulau Morotai menunjukkan komitmennya terhadap penegakan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan berintegritas dengan menonaktifkan sejumlah kepala desa yang dinilai melanggar kode etik. Langkah ini tak sekadar sanksi administratif, tetapi menjadi bagian dari reformasi birokrasi yang menyasar hingga ke tingkat akar rumput.
Langkah penonaktifan ini, menurut Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah (Setda) Pulau Morotai, Iwan Mauraji, dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tentang Desa serta Peraturan Bupati Pulau Morotai Nomor 7 Tahun 2025 tentang Kode Etik Pemerintahan Desa. Ia menegaskan bahwa keputusan ini tak bisa ditafsirkan sebagai tindakan sepihak atau bermuatan politik.
“Penonaktifan dilakukan murni karena pelanggaran kode etik. Fokus kami adalah menjaga tata kelola desa agar tetap transparan dan akuntabel,” ujar Iwan pada Sabtu (28/6/2025).
Ia menyebut bahwa pelanggaran yang dilakukan meliputi penyalahgunaan dana desa, praktik nepotisme, dan tindakan lain yang merusak prinsip good governance. Tiga dari beberapa kepala desa yang sempat dinonaktifkan bahkan telah kembali diaktifkan setelah mampu membuktikan dan menyelesaikan laporan administrasi dengan baik.
Langkah ini pun mendapat tantangan, salah satunya tekanan dari pihak-pihak tertentu yang menginginkan agar proses hukum dan sanksi administratif tidak menyentuh kerabat mereka. Namun, Iwan menegaskan bahwa Pemkab tetap konsisten untuk tidak berkompromi dalam urusan integritas.
“Jika ada yang menekan agar kerabat mereka dilindungi, itu sama saja membenarkan pelanggaran. Kami akan tetap berjalan sesuai aturan,” tegasnya.
Pendekatan tegas seperti ini dapat menjadi preseden positif bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa dalam pengelolaan pemerintahan desa. Penegakan kode etik bukan hanya menciptakan efek jera, tetapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa jabatan publik adalah amanah yang harus dijalankan dengan tanggung jawab.
Redaksi01-alfian