TARGET ambisius pemerintah untuk menjadikan 75.265 desa di Indonesia sebagai desa digital pada tahun 2025 menunjukkan komitmen kuat terhadap transformasi digital pedesaan. Namun di balik angka yang menjanjikan tersebut, muncul tantangan nyata: belum meratanya literasi digital di kalangan masyarakat desa, serta rendahnya pemanfaatan dana desa untuk sektor teknologi informasi.
Program ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2025, yang menetapkan digitalisasi sebagai prioritas dalam pemanfaatan dana desa. Desa Digital, atau yang dalam nomenklatur kebijakan terbaru disebut Desa Cerdas, diharapkan mampu mengintegrasikan teknologi dalam pelayanan publik, ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat desa secara menyeluruh.
Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (BPI), Ivanovich Agusta, menyebutkan bahwa sejak 2020 hanya 14 ribu desa yang menggunakan dana desa untuk digitalisasi. Padahal, program ini sudah menjadi prioritas nasional sejak masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Minimnya realisasi tersebut memperlihatkan bahwa transformasi digital tidak hanya soal infrastruktur dan anggaran, tetapi juga menyangkut kesiapan sumber daya manusia di tingkat lokal. Keterbatasan literasi digital di kalangan perangkat desa, pelaku UMKM, hingga masyarakat umum menjadi hambatan utama.
Pendekatan top-down yang tidak dibarengi pelatihan, pendampingan, dan partisipasi masyarakat, berisiko menjadikan program ini sekadar proyek formalitas. Tanpa edukasi yang memadai, platform digital desa justru bisa terbengkalai karena tidak dimanfaatkan secara optimal.
Selain itu, persoalan ketersediaan jaringan internet di wilayah terpencil masih menjadi tantangan nyata. Banyak desa di kawasan timur Indonesia bahkan belum memiliki akses sinyal internet yang stabil, membuat integrasi digital sulit dilakukan secara merata.
Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai pihak menilai perlunya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta dalam menyediakan infrastruktur, pelatihan, dan pendampingan intensif. Literasi digital harus dijadikan program prioritas di tiap tahapan, agar pembangunan Desa Digital tidak hanya mengejar angka, tetapi juga menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Tahun 2025 tinggal menghitung bulan. Apabila program ini tidak dikawal dengan strategi yang inklusif dan berbasis kebutuhan lokal, impian menjadikan seluruh desa sebagai pusat inovasi digital justru bisa menjauh dari realitas.
Redaksi01- Alfian