KEMENTRIAN DESA, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memperkenalkan Indeks Risiko Iklim Desa (IRID) sebagai inovasi kebijakan berbasis data yang dirancang untuk mengedukasi sekaligus memperkuat ketahanan desa terhadap dampak perubahan iklim. Peluncuran program ini dilaksanakan di kawasan Situ Cipule, Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, Sabtu (28/06/2025).
Berbeda dari pendekatan pembangunan konvensional yang seringkali menempatkan desa sebagai objek pasif, IRID dirancang agar desa mampu membaca risiko iklim secara mandiri. Dengan menggabungkan pendekatan ilmiah dan partisipatif, indeks ini menjadi alat literasi iklim yang memungkinkan pemerintah desa menyusun rencana adaptasi berbasis potensi lokal dan kerentanan aktual.
Menteri Desa PDTT, Yandri Susanto, dalam sambutannya menegaskan bahwa perubahan iklim telah menjadi tantangan nyata yang berdampak langsung pada sektor-sektor vital di pedesaan, mulai dari pertanian hingga ketersediaan air bersih.
“Desa harus kita siapkan untuk membaca gejala perubahan iklim, bukan hanya menerima dampaknya. Dengan IRID, desa bisa mengambil peran sebagai aktor utama dalam perlindungan dan adaptasi,” ujar Yandri.
IRID tidak hanya menjadi alat pemetaan risiko, tetapi juga dapat dijadikan panduan dalam mengalokasikan anggaran, memilih jenis tanaman tahan iklim, dan merancang pola pembangunan infrastruktur yang lebih resilien.
Peluncuran IRID mendapat sambutan positif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk tokoh masyarakat dan akademisi yang hadir dalam acara tersebut. Mereka menilai program ini sebagai langkah strategis untuk membangun desa cerdas iklim—desa yang sadar risiko dan mampu bertindak cepat menghadapi bencana atau ketidakpastian cuaca.
Dengan pendekatan yang mendorong kesadaran dan aksi lokal, IRID menjadi jembatan antara data, kebijakan, dan realitas desa yang selama ini sering terpinggirkan dalam diskursus besar perubahan iklim.
Redaksi01-alfian