FESTIVAL Desa Saba yang digelar selama dua hari, Jumat–Sabtu (27–28/06/2025), tak hanya menjadi perhelatan seni dan pesta rakyat semata, tetapi juga sarana edukasi budaya bagi anak-anak dan remaja di tengah arus globalisasi. Mengusung tema Saba Menawa Sani yang berarti “perkumpulan masyarakat seni Desa Saba”, festival ini menyatukan lima desa adat dalam semangat pelestarian seni tradisional.
Ketua Panitia Festival, I Wayan Kader, menjelaskan bahwa keterlibatan anak-anak dalam pertunjukan gong kebyar menjadi inti dari semangat regenerasi budaya. Tidak sekadar tampil di panggung, para peserta telah menjalani proses latihan intensif selama lebih dari tiga bulan sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan seni leluhur.
“Tujuannya untuk menumbuhkan kembali kecintaan anak-anak terhadap kesenian tradisional Bali,” ujar Kader, yang juga menjabat sebagai Kaprodi Karawitan di ISI Denpasar.
Kelima desa adat yang berpartisipasi—Saba, Pinda, Banda, Bonbiu, dan Blangsinga—mengirimkan perwakilan sekaa gong untuk menampilkan garapan seni terbaik mereka. Upaya ini bukan hanya menyuguhkan hiburan, tetapi juga memperkuat identitas budaya lokal di tengah derasnya arus budaya luar.
Festival ini juga diramaikan dengan bazar UMKM lokal serta dukungan dari Krisna Oleh-Oleh Khas Bali sebagai mitra utama. Kehadiran berbagai elemen komunitas lokal ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya bisa berjalan seiring dengan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Dalam lanskap pariwisata yang terus berkembang, inisiatif seperti Festival Desa Saba menandai pentingnya menjadikan budaya sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan. Tidak hanya menjadi tontonan, festival ini menjadi ruang tumbuh bagi generasi muda untuk memahami, menghidupi, dan meneruskan tradisi yang menjadi jati diri masyarakat Bali.
Redaksi01- Alfian